Monday, September 22, 2008

Kamar Bersalin

Kalut Pertama ...
Malam itu aku masih sholat tahajud beberapa rakaat di ruang kerjaku, lalu umi memanggil aku dari kamar sebelah, "abiii, sepertinya sekarang deh ...". Aku sedikit kaget, aku sudahi sholatku dan membimbing langkah umi untuk mengambil tempat yang lebih melegakan baginya. Aku berfikir sejenak, lalu telpon tetangga terdekat kami yaitu Ibu Mertua, dari seberang sana suara Ibu sepertinya masih begitu lelah, "ada apa?", aku menjawab, "anu Bu, sepertinya sudah harus ke rumah sakit..", lalu Ibu berkata, "baiklah, Ibu ke sana".

Selang beberapa saat, aku telpon taxi yang biasa mangkal dekat masjid komplek rumah kami, sembari menunggu taxi aku sempatkan diri untuk sahur secukupnya (hi..hi.. puasa tau, jadi harus sahur).

Taxipun tiba, aku membawa ransel besar yang telah diisi segala perlengkapan persalinan, ransel yang telah diisi sejak 2 bulan lalu oleh umi. Maklum, ini anak ketiga aku dan umi.

Setelah meletakkan tas di bagasi dan memastikan mereka berangkat menuju rumah sakit, aku menyusul dari belakang dengan mio biru milik umi (hi..hi.. kendaraanku lagi ngadat, jadi .. gitu deh). Sebelum berangkat aku bicara pada dua bidadari kecil kami, "eh, di rumah ya, jangan nakal.. ini masih malem, ntar kakek ke sini jagain kalian". Si adek yang beberapa saat lagi naik status menjadi kakak protes, "gak usah, kami gak usah dijagain kakek, adek udah jadi kakak, adek berani koq". Aku hanya bisa tersenyum, melihat bibir mungilnya berkata-kata dipaksa tegar tapi matanya berkaca-kaca karena harus jaga rumah bersama kakaknya.

Akhirnya aku putuskan menunggu 'penjaga' bayi kami dan ah .. akhirnya datang juga, kakekpun tiba, aku segera meluncur menuju rumah sakit. Kakak dan calon kakak menjabat tangan dan mencium tanganku bergantian, akupun mulai berlagak umi, "jangan nlupa minum susu, kakak susunya di meja makan, 7 sendok airnya setengah aja, dan adek susunya minta buatin kakak ya, susu adek 3 sendok saja ya .. inget, sudah yah abi berangkat dulu ..."

Di Rumah SakitAku berjalan menuju lantai dua, hi..hi.. sok tau sih, habisnya hanya mengikuti hati nurani, dan ternyata benar, kamar bersalin di lantai dua paling pojok. Maklum, keluargaku juga punya rumah sakit bersalin, selain itu aku seorang arsitek, jadi dengan mengkira-kira oragnisasi ruang pada rumah sakit bersalin, aku langsung bisa menebak kalau ruang bersalin ada di kamar paling pojok.

Aku langsung masuk ruang, dicegah oleh beberapa bidan dan suster, "eh, Bapak ini siapa? ini ruang bersalin, dilarang masuk". Aku hanya tersenyum melihat cegah suster tersebut, melihat senyum super manisku, si suster kembali bertanya, "Bapak suaminya ibu yang cantik itu ya", lalu aku jawab, "ya eya lah, istrinya cantik, suaminya pasti keren seperti saya". Suster tadi ikut tersenyum, "Oh maaf pak, itu istrinya ..."

Kalut Kedua ...
Aku menghampiri istriku dan mencoba tenangkannya, "sakit mi?", dijawab dengan suara lirih, "banget, sakit banget". Aku menhela nafas, ugh dokternya mana sih, rumah sakit bersalin koq gak ada dokter jaganya, aku memandang ke arah suster jaga, seakan tahu dengan isi hatiku, suster langsung menelfon dokter kandungan kami, "dokter, pasiennya sudah bukaan 3". Haaa, bukaan 3, kapan periksanya?

Sayup-sayup aku mendengar suara adzan subuh, aku berpamitan pada umi, "mi, abi sholat shubuh dulu ya", dijawab dengan suara terbata, "i..iyaa, cepet balik lagi ya". Heeemmmmm, anehnya lagi... saat mendengar kata bukaan tiga dari percakapan telpon suster jaga, aku pulang jemput dua bidadariku untuk sama-sama ke rumah sakit dan bukan langsung balik ke ruang bersalin ...

Lumayan jauh sih, 10 menit perjalanan. Karena pulang pergi berarti 20 menit plus persiapan 10 menit. Total waktu 30 menit aku sudah stan by di rumah sakit ...

Kali ini bukan bukaan 3 tapi bukaan 9 ... hati mulai berdebar-debar

Namaku Amr





Saturday, September 13, 2008

Kampung Tunjungan Baru




Kebayang nggak kalau kampung tunjungan yang ruwet, semrawut, banjir, dst dan penuh dengan penyakit kota ... disulap dengan konsep bangunan high rise building? gambar di atas hanya konsep, membuka mata, menggugah pengertian bersama. Lahan tidak bisa bertambah, begitu pula denganlahan tengah kota, telah jenuh dan stagnan, tidak bisa selalu dijejali dengan jumlah orang yang kian hari kian bertambah banyak, juga dengan membawa konsekuensi logisnya, yaitu kumuh. Mari berbenah, dan menjadi lebih baik ...