Monday, July 14, 2008

Juanda Oh Juanda

… Menjemput Cinta (Juanda Oh Juanda – Bag 1)

Mimpi yang indah… Aku berjumpa Sarah dalam mimpiku. Tapi membuat hatiku bertanya-tanya … waktuku sudah dekat! Benarkah demikian? Aku mencoba untuk membongkar lemari pakaian Sarah, memeriksa semua dokumen, catatan harian, kotak penyimpanan, laptop dan sebagainya. Dalam catatan harian Sarah, aku membaca bait-bait kerinduan Sarah akan cinta, 8 hari kami bersama tercatat dengan rapi, bahkan tiap jam tertulis. Sesekali aku tersenyum membaca catatan harian Sarah, sesekali aku meraba tulisan yang tergores di atas buku kecil itu, aku berkhayal sedang membelai rambutnya, menghapus air matanya, merangkulnya dengan hangat lalu aku memeluk diary itu dalam kedua rangkulku seakan Sarah sedang menangis dan aku seakan merasakan hangat tiap tetes air mata yang Sarah tumpahkan padaku sambil berkata, "aku janji, aku janji".

Hari ini ... aku dilamar…!

Aku tidak menyangka, John melamarku. Hatiku rasanya terbang sampai ke awan. Sebentar lagi aku akan menjadi istrinya, hi ... hi ... pasti seru menjadi istrinya. Dave bilang kalau John selain ahli membuat sketsa bangunan dengan pensil, John juga ahli dalam mengolah kata. Ah ... aku ingin selalu mendapatkan puisi cinta darinya.

Hi.. hi.. aku kan baru dilamar, kapan nikahnya ya? Minggu depan, bulan depan? Kelamaan la! Kalau bisa besok aku sudah bisa menggandeng tangannya, menemani aku shopping di mall, jalan-jalan, makan di café … waw, enak banget.. jadi nggak sabar.

Diary, nanti selama aku menjadi istrinya nyonya arsitek kampung itu, kamu temani aku terus ya. Tiba-tiba, aku koq merasa John adalah jodohku sampai mati. Aku ingin selalu menjadi miliknya, selamanya.

John suka apa ya? Hi.. hi.. aku kan baru dilamar doang, Oh Tuhan … cepatkan waktu agar John segera ‘terperosok’ dalam pelukanku. Hi.. hi.. terperosok? Bukannya aku yang sedang terjerembab lalu begitu menginginkan John. Wajahnya kan standar banget, aku koq bisa suka? Aku bisa mencintainya? Hati, kamu memang dalam genggaman Tuhanku, kamu koq mau condong pada cowok kucel itu, he.. he.. he.. John, jika suatu saat kamu membaca diary ini, pisss deh. Aku sudah mencintaimu sebelum berjumpa denganmu. Aku mencintaimu dari atas sampai bawah, selama aku jadi istrimu ... jaga aku ya. Muah ... muah ... muah ...


Aku hanya bisa tersenyum melihat tulisan Sarahku, aku baru tahu kalau Sarah suka sekali jalan-jalan bersamaku. Ugh ... rasanya menyesal, kenapa aku tidak pernah bertanya padanya tentang kesukaannya. Sarahku sudah mengira kalau suatu saat aku akan membuka dan membaca diary miliknya. Aku kemudian membuka kotak perhiasan dan penyimpanan miliknya, aku menemukan arloji pemberianku, cincin perak mahar pernikahan kami dan juga ATM milik Sarah yang berada di dalam dompet kulit berwarna hijau. Aku melihat ada secarik kertas di dalamnya.

John, jika kau menemukan kartu debitku ini ... kartu ini milikmu juga, aku menulis pin code di bawah namaku. Jangan sungkan, Papa yang bilang kalau ini hadiah untuk pernikahan kita.

Sarah, apa-apaan ini ... memangnya aku mau mengambil ATM milikmu! Tapi kalau memang hadiah dari papamu, ok deh ... isinya masih banyak kan, lima ratus ribu US dollars dikurangi belanja kami kemarin, uih pasti masih banyak banget. Kalau gajiku satu bulan lima juta lalu dibagi dengan lima ratus ribu US dengan kurs sembilan ribu satu dollarnya jadi duit tadi setara dengan empat setengah milyar, atau setara dengan gajiku selama 900 bulan, setara dengan gajiku selama 75 tahun. Hi.. hi.. banyak banget ...

Aku kemudian membuka laptop mungil milik Sarah, ugh ... pake pasword, apa ya kira-kira... coba ketik namanya, yah ... gak bisa, coba namaku saja ... J O H N ... aduh, koq gak bisa juga ya? Aku putar laptop ini, membolak baliknya, mungkin ada petunjuk yang ditinggalkan Sarah, koq nggak ada ya? Coba sekali lagi ah, em... mungkin ini, johnsayangku ... lalu, yes ... bisa. Aku mulai membuaka setiap folder dalam data, melihat isinya, aku melihat foto-foto pernikahan kami, foto-foto Sarah, dari masih bayi sampai menjadi dewasa dan menjadi bidadariku. Sarah, aku rindu padamu ... aku membelai layar LCD laptop Sarah dengan gambar wajahnya yang sedang tersenyum lebar, aku meraba matanya, hidungnya, bibirnya, ah ... aku rindu Sarah, aku memeluk laptopnya seakan sedang merangkul Sarahku.

Tiba-tiba aku ingin membuka laptopku, lalu aku membuka beberapa email yang masuk dan aku menemukan surat panggilan interview ... aku sedikit bingung, oh iya ... aku baru ingat, saat aku melihat pengumuman rencana pemecatanku, aku langsung mencari-cari kerja di internet dan juga mengirimkan porto folioku via email ke beberapa perusahaan perencanaan termasuk LSM ini. Ada beberapa perusahaan yang menanggapi emailku, tetapi yang paling aku suka adala panggilan bekerja di LSM yang mengurusi penanganan bencana. Sepertinya cocok dengan aku yang suka mengelana, membantu orang banyak seperti kegiatanku saat masih kuliah yang sering melakukan perjalanan sosial, masuk ke dalam hutan, daerah-daerah terpencil, lalu memberikan pengarahan tentang semua hal, pentingnya hidup sehat, pentingnya agama, jangan pernah tinggalkan sholat, dan sebagainya. Aku juga mendirikan pos pelayanan kesehatan, tempat ibadah, dan banyak lagi kegiatan yang aku lakukan saat masih kuliah dulu.

Rasanya ingin segera berbenah, mengemasi barangku, membawa beberapa perlengkapan seadanya. Saat aku sedang berbanah, aku menemukan surat 'pemecatanku'. Ah, aku arsitek? Aku rasanya ingin meninggalkan semua hiruk pikuk proyek, tender, dan sebagainya, lalu aktif dalam kegiatan sosial saja. Kalau kemarin Sarah membacakannya untukku, kini aku ingin membacanya sendiri ... ups, ada cek pemberian Pak Robert, memangnya dikasih berapa sih ... wooow, gede juga ya, tujuh puluh lima juta. Eh, ada surat kecilnya, apa isinya ya?

John, terima kasih karena selama ini telah bekerja keras di kantorku. Kamu sudah aku anggap sebagai keluarga kami, dan cek ini bukan pesangonmu, tapi ucapan selamat karena kamu telah menikah. Terus semangat ya John ...

Pak Robert, tidak disangka ... wajah garang, tapi orangnya baik. Kalau besok aku keluar dari kantor dan berpamitan ke Pak Robert, apa reaksinya ya? Ah, sudah ... aku sudah bulat, aku ingin segera bertemu Sarah. Aku rasa, kerja sosial jawabannya ... bergabung dengan LSM yang mengurusi kegiatan penanganan bencana! Mungkin itu jawabannya, aku segera akan bertemu dengan Sarah, selamanya ...

Setelah sholat subuh, aku langsung berbenah dan mengeluarkan perlengkapan yang akan aku bawa. Aku segera berpamitan dengan Ibu dan Dave ... keluarga ini, betul-betul seperti keluargaku sendiri. Aku bingung mau mulai dari mana? Ibu masih di kamarnya, Dave masih sibuk dengan wirid dan dzikir selepas sholat subuh. Baiklah, aku tunggu sekitar setengah jam lagi, aku coba untuk memilih barang-barang khusus saja untuk dibawa pergi interview di Jakarta hari ini.

Bawa apa saja ya? Laptop Sarah, diary Sarah, jam merah jambunya, beberapa lembar pakaianku, cincin pernikahan kami, dan ... oh iya, foto pernikahan kami! Terakhir aku lihat di meja kecil samping ranjang kami, ah akhirnya ... aku mengeluarkan foto itu dari bingkainya dengan perlahan agar tidak terkoyak, lalu aku melihat baris tulisan di balik foto itu. Tulisan yang sungguh membuatku bertambah rindu pada Sarah ...

Sarah dan John ... dalam cinta karena ALLAH
Kami telah dijodohkan olehNya dengan kalamNya
Aku memintanya langsung pada ALLAH Tuhanku
Dan juga pemilik hati John suamiku ...
Matipun tidak bisa memisahkan kami
Karena aku juga meminta padaNya
Agar John menjadi kekasihku tidak hanya di sini
Tetapi hingga di kehidupan setelah mati ...

Sekali lagi aku menitikkan air mataku, ... Hmmm, aku hanya bisa menghela panjang nafasku hingga aku teringat bahwa aku hari ini harus bergegas ke Jakarta untuk sesi wawancara jam 15.00 di kantor LSM. Kantor baru yang menawarkan pekerjaan penanganan bencana di seantero Asia. Aku keluar kamar dengan masih menyisakan kesedihan di hatiku, aku melihat Ibu dan juga Dave sedang duduk di ruang tamu. Aku memberanikan diri untuk berpamitan dengan mereka semua ...

Setelah berpamitan, aku segera menuju airport ... aku pandangi setiap ruas jalan yang aku lewati, seakan aku tiak akan pernah kembali lagi ke Surabaya. Taxi yang mengantarku melewati ruas jalan Irian Barat, aku hanya bisa tersenyum kecil teringat saat aku dan Dave menggoda para waria yang biasa mangkal di ruas jalan ini.

Akhirnya aku tiba di Juanda. Aku hanya bisa berjalan dengan lunglai menuju tempat penjualan tiket, maskapai apa saja aku datangi dan kali ini aku tidak peduli dengan selisih harga tiket antar satu maskapai dengan maskapai lainnya, aku hanya ingin cepat-cepat meninggalkan Surabaya yang telah cukup lama membesarkanku, tetapi juga telah menghancurkan hatiku hingga luluh lantak tanpa bisa aku melawan.

Juanda oh Juanda, mungkin ini kali terakhir aku menginjakkan kakiku di sini. Terlalu banyak kenangan indah yang aku rasakan di kota ini, tetapi pedih yang sekejab mampu menghapus semua indah itu, juga dalam waktu yang sekejab. Selamat tinggal Surabaya, selamat tinggal. Sarah ... aku menuju ke arahmu ... segera jemput aku.

bersambung ...

No comments:

Post a Comment

Ingin berkomentar? cerita yang baik-baik saja, karena DIA suka dengan hal yang baik-baik. Siapa yang membuka aib, maka di akherat ALLAH akan membuka aibnya ...