Menyesal aku pernah mengatakannya. Sungguh ini penyesalan yang sempurna, kata itu tidak bisa ditarik, kata itu juga … yang telah pengaruhi separuh dari hidupku, aishiteru … Bagaimana aku bisa menebusnya? Mana bisa aku menghapus masa lalu! Masa lalu telah tergores dalam lembar hidupku, dan walau sejengkal tidak bisa dibuang beitu saja …
(Hua ha ha,wak kak kak … mau hapus sejarah? Mana bisa? Sejarah hanya bisa jadi pelajaran, ambil pelajaran darinya)
Andai aku bisa kembali ke masa lalu, akan aku hapus sejak awal kata itu sehingga ia tidak pernah terucap untuk selamanya, tidak ada kata aishiteru …
(Begitu ya, ck ck ck … tidak ada aishiteru)
Aku bisa larut dalam galau yang luar biasa ... galau yang sempurna. Saat dia bersikeras tidak mau menerima aishiteru, aku tetap kukuh dan teguh pendirian bahwa akan tiba masanya dia dengan kerelaan hati menerima kata ini, dan memang tidak sekarang. Ah … bodohnya aku, bagaimana bisa aku mendahului mauNya, celakalah aku, celaka …
(Goblik lu, udah tau ditolak masih ngotot juga, mending ambil kaca yang gedhe trus liat bentuk lu di cermin, pantes nggak? Dan parahnya lagi, lu cerita tentang perkara-perkara yangg nggak masuk akal. Ok, mungkin ada saja chanche dia mau terima kamu, tapi nanti... kalo onta bisa masuk ke lubang jarum, baru dia mau terima aisiteru darimu, ha ha ha...)
Atau, saat dia mulai membahas tentang ‘nggak level’ …yang ini lebih menyakitkan lagi, aku ini siapa? Atau tentang akumulasi? Dengan baris kalimat, “bukan maksudku untuk mengganggu hidupmu …” dan seterusnya dan seterusnya ... Jadi selama ini, aku bukan hanya sebongkah kerikil yang menghalangi jalan hidupnya, tapi batu gunung raksasa yang karenanya hidupnya terganggu ...? OK, aku bersumpah, tidak akan pernah ada lembaran walau hanya secuil kertas untuknya, tidak akan pernah ada lagi ...
(Ughh, pemilihan kata yang cantik ... jadi selama ini, masih sering kirim tulisan ke dia? Aduh men ...mbok yo sadar, naik kereta ke surabaya, jangan lupa karcisnya juga, lu nggak pernah ngaca ya, atau lupa kalo dicuekin sama dia? Wak kak kak kak)
Kamu tahu rasa sakitnya? Seperti bambu yang diasah ujungnya tetapi tidak sampai tajam, hanya meruncing tapi tidak tajam, lalu bambu tumpul itu dihujamkan ke dadaku, dengan perlahan tapi dihentakkan hingga tembus dari jantung sampai hati. Belum cukup, bukan hanya itu ... bambu itu ditarik dengan sekuat tenaga lalu ikut pula jantung dan hatiku bersamanya. Aku masih bernyawa, aku melihat jantungku masih berdetak, tapi hatiku sudah hancur terserak. Dengan sisa denyutnya, aku hanya bisa tersenyum hambar menyaksikan jantungku mulai berhenti berdegub, denyutnya hilang ... dengan dada yang masih berongga, dadaku tetap menyemburkan darah segar dari rongganya. Kakiku berjalan ke arah hatiku dan menginjaknya hingga lumat, sedangkan jantungku yang sudah hilang denyutnya ... aku ambil dengan tangan kiriku dan aku serahkan untuk anjing-anjing jalanan yang kelaparan, aku paksakan mataku untuk mnyaksikan sorak gembira anjing-anjing jalanan, saling berebut, mengoyak dan mengunyah jantungku ... aku hanya tersenyum melihatnya ... serpihan jantungku berada di lambung anjing-anjing lapar. Mata mereka memandangku, seperti ingin memintang jantung lainnya karena mereka masih lapar, lalu aku berkata, “maaf, sudah tidak bersisa”
(Uihhh, sadis ... ada pertanyaan? Anjingnya jenis apaan sih? Koq doyan makan jeroan, nggak takut kolesterol? Hua ha ha ...)
Malam itu adalah malam terakhir aku melihat dia dalam mimpiku, karena setelah malam itu, aku sudah tidak ingin lagi ada aishiteru ... kata itu sudah aku hapus dalam kosa kata hatiku, lagi pula hatiku sudah hancur aku injak-injak ... paginya, dengan kesungguhan diri, aku juga meminta padaNya, “Wahai pemilik nyawaku, aku tidak pernah memiliki amalan khas yang dengannya bisa mencuri sedikit perhatianMu. Wahai penguasa jiwaku, aku mengumpulkan semua keberkahan amalanku dari yang terkecil sampai yang terbesar yang pernah aku lakukan, sejak aku lahir hingga detik ini, semua aku kumpulkan menjadi satu, timbanglah ... aku ingin semuanya ditukar dengan satu perkara, cukup dengan satu perkara saja ... cabut rasa itu dari hatiku ... bila rasa itu menghujam terlalu keras hingga berakar, aku ingin semua tercabut tanpa bekas, aku ingin semuanya tercabut dari hatiku ... aku tidak pernah memanggilmu Rabb, karena aku merasa tidak pernah pantas menjadi hambaMu, tapi untuk kali ini, Ya Rabbi ... aku persembahkan semua keberkahan amalanku yang hanya segenggam ini, tukar dengan kebebasan hatiku ... apa masih kurang? Apa masih kurang penderitaan dan kesusahan hatiku di hadapanMu, jika masih kurang ... beri aku jalan yang dengannya aku bisa lupakan dia selamanya ... Ya Rabbi, aku tidak pernah memaksakan do’aku, tapi kali ini ... aku minta padaMu, aku minta dengan sangat, dengan kesungguhan jiwa ragaku, hapus dia dari hatiku, selamanya ... selamanya ... amiin”.
(Hiks, lagi ikut terharu nih ... hmmm, tambahin dikit boleh ya! “Wahai Tuhan yang baik, sebenernya aku sadar kalo amalanku hanya seiprit, bukan segajah seperti bonusnya flexy. Karena hanya seiprit, terima ya? Itu sudah maksimalnya aku lho Tuhan, jadi mau bagaimana lagi, ... ini kalo bisa lho Tuhan, cewek kan banyak di dunia, walau aku sudah nggak pake aishiteru, aku terbuka banget kalo ada cewek cantik, seksi, pinter & juga alim mau sama aku yang tampan, keren, genius, pokoknya aku lagi narsis deh Tuhan, boleh ya, pliiiis, janji ngak nakal lagi” ... he he, do’a tambahannya sudah aneh belum?...)
Malam itu aku pandang kerling gemintang di langit, aku tersenyum pada bintang utara, bintang yang tidak pernah bergeser dari posisinya, karena sebenarnya dia bukanlah bintang, tetapi hanya planet lain yang berada dalam sistem tata surya ini ...
Aku menyapanya, tersenyum padanya ... lalu aku berkata, “wahai bintang, malam ini dan malam-malam setelah ini, aku tidak punya syair cinta untukmu, karena aku sudah tidak punya cinta, aku sudah tidak berhati dan tanpa jantung, tahukah kamu kalau beberapa detik yang lalu, aku memintanya dengan sungguh-sungguh pada penciptaMu, kamu tahu apa yang aku persembahkan? Semua amalanku, semua amalanku dari yang kecil sampai yang besar, semua aku serahkan dan ingin aku ganti dengan raga tanpa cinta ...”.
(ciye, syair cinta apaan? buat siapa? CDL tau ... Cucian Deh Loe)
Kemudian,bintang itu bersinar lebih terang ... seperti ingin menemani aku tersenyum, aku tetap memandanginya, hingga tanpa terasa mataku berlinang, dan airnya tumpah dari kedua hujungnya ... Ah, do’aku telah diterima ... Tarima kasih Ya Rabbul ’alamin
(Lu optimis banget do’amu diterima? Lu nangis mungkin bukan tanda do’amu ketrima, tapi karena kamu aja cengeng, banci lu ...)
Kamu tahu rasanya, saat orang yang kamu cintai jiwa raganya menganjurkan agar aku menemui psikiater? Atau menghubungkan pertanyaan bilangan prima dangan psikologi jiwa? Apa masih ada alasan sempurna untuk tetap mencintainya? Apa aku harus tetap dan bersikeras untuk memaksakannya?
(Hua ha ha, itu pendapat orang lain? Jadi,menurut aku emang bener, hua ha ha ... lu itu sakit, tau sakit apaan? Sakit jiwa ... hua ha ha, itu menurut orang lain lho!)
Ada dua perkara yang selalu aku nanti dalam hidupku, yang pertama adalah hari dimana aku berpisah dari dunia lalu disebut mati dan yang kedua hari dimana saat aku berkunjung untuk mengatur perkerjaan para tukang di akademi jubel raya, aku sudah tidak menemukan angkatan pertama, aku menanti hari dimana mereka semua sudah hengkang dari jubel raya sehingga aku benar-benar tidak berjejak tentang mereka, apalagi dia ...
(Hemmm,begitu ya? Emang kalo mati sekarang udah siap? Btw, iya ... yang ini aku setuju banget, sumpek liat anak-anak angkatan pertama tuh, resek, ribet, bawel, semua deh, intinya mereka tuh emang bikin sebel ... hue he he ...piss men)
Tidak akan pernah ada lembar-lembar yang aku selipkan dalam qur’an berwarna merah hati dengan tulisan tangan hazihi min fadhli rabbi, secuilpun tidak pernah ada lagi. Berusaha untuk memandang gantungan resliting ESQ itupun sudah sirna ... karena aku sudah tidak berjantung dan tanpa hati ... karena, baginya aku hanya beban dan penghalang langkah hidupnya ... kenapa tidak sejak dulu dia sampaikan, kenapa baru sekarang ...
(yup, bentul ... setuju, mending lu konsen sama karir lu yang mulai nggak keurus, ngapain juga urusin dia, dia aja nggak peduli sama elu ... cucian deh elu ... )
Aku memang tercipta dengan hati yang kuat, hingga aku bisa merasakan saat kakinya menginjak bumi dan melangkah menuju musholah, tapi aku sudah tidak berkeinginan untuk mengikuti langkahnya atau hanya sekedar melihat kelebatnya dengan ujung mataku.
(Eleh, eleh ... sampe segitunya ya?)
Wahai bumi, jika kau temui aku melangkah ke arahnya, telanlah aku
Wahai langit, jika kau saksikan aku memangdangnya, runtuhlah di atasku
Wahai bebatuan, jika kalian mendengar hatiku terbersit tentang dia, rajamlah aku
Wahai penduduk langit, jika kalian melihat aku bersyair untuknya, makilah aku
(Nah,kalo yang terakhir nih, nggak berani komentar ... hiii, tatut ...)
Thursday, August 7, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Ingin berkomentar? cerita yang baik-baik saja, karena DIA suka dengan hal yang baik-baik. Siapa yang membuka aib, maka di akherat ALLAH akan membuka aibnya ...