Friday, August 29, 2008

Menjadi Raja

H - 4 (Menjadi Raja)

Aku sedang traveling, keluar masuk hutan dan tiba-tiba hujan turun dengan deras .. aku bingung 7 lapangan tenis dan bergegas menuju sebuah goa yang sepertinya aman untuk berteduh. Tiba-tiba aku jatuh terperosok ke dalam sistem gulita, entah apa .. aku terjatuh dan pingsan. Dalam mimpiku, aku dibangunkan makhluk raksasa hitam berbaju putih, akupun tersentak dan diselubingi rasa takut yang luar biasa, aku beranikan diri berkata, "siapa kamu?", makhluk itu menjawab dengan tenang, "aku adalah jin negeri, penunggu tumpah darah ibu pertiwi". Aku sedikit tenang mendengar jawabannya, lalu aku kembali bertanya, "apakah aku mengganggumu, apakah engkau marah padaku?", jin negeri hanya tersenyum dan nampaklah baris giginya yang rapi, lalu menjawab, "aku akan mengabulkan 3 permintaanmu yang paling esensi, tapi khusus bagi ibu pertiwi".

Aku sedang berfikir, permintaan apa yang pantas aku minta, lalu terlintas dalam benakku begitu menderitanya rakyat di negeri ini, kemudian aku meminta permintaan pertama, "permintaan pertama, aku ingin menjadi raja dari negeri ini, tumpah darah ibu pertiwi, raja yang ditakuti .. tolong dicatet .. raja yang ditakuti semua mentri dan pejabat-pejabat negaranya tapi tidak ditakuti oleh rakyatnya, karena saat aku memerintah negeri, rakyatku boleh menghujatku, mencercaku, bahkan meludahi aku, sesuka mereka asalkan untuk kepentingan negeri". Dengan serta merta tubuhku berkilau, pakaian, celana, ransel bututku, semua lenyap dan berganti menjadi pakaian rapih berpeci, aku duduk di atas sebuah singgah sana megah, tapi aku masih terdiam dan tidak tahu apa yang sedang terjadi. Kemudian seorang mentri mengagetkanku, "tuanku raja, apakah paduka sakit ...?". Aku tersentak dan sadarku telah pulih, aku benar-benar menjadi seorang raja di negeri ibu pertiwi.

Aku hanya bisa memandangi tiap pasang mata para undangan yang hadir dalam majelis yang sedang aku pimpin dengan seksama, ternyata aku sedang memimpin rapat kabinet. Aku berdiri, lalu aku berkata lantang, "dimanakah orang yang bertanggung jawab dalam membuat perundangan negeri ini, siapa yang bertugas mengadili, dan siapa yang bertugas untuk menuntut orang yang bersalah". Kemudian majulah beberapa orang dari kalangan hakim agung, mahkamah agung, jaksa agung, dan banyak lagi perangkat hukum dengan titel agung. Aku berkata lantang pada mereka, "aku perintahkan pada kalian, hukum mati semua koruptor, pancung kepala para mentri yang memberikan izin expoitasi hasil alam negeriku, dan bunuh pejabat abdi investor".

Wajah para pejabat pemegang kebijakan hukum tersebut menjadi merah padam, semua bungkam, sedangkan para mentri dan para pejabat dalam rapat kabinet menjadi ketakutan bukan kepalang. Aku menjadi gusar, "ayo, tunggu apa lagi .. lakukan sekarang sebelum aku berdiri dari singgahsanaku, semua nama para koruptor dan penjual aset negara harus sudah ada di depan mataku".

Selang beberapa saat, satu lembar kertas telah disuguhkan dihadapanku, aku mengamati nama-nama yang tertera di atasnya. Aku semakin murka, "kenapa hanya sedikit ... mana kalangan pemberatas korupsi, panggil mereka semua ...". Kemudian datanglah sekelompok orang dengan wajah tertunduk hadir dihadapanku, aku mengulangi perintahku, "berikan padaku daftar nama para perusak negeri ini". Seorang pemuda dari kalangan pemberantas korupsi mengeluarkan PDA-nya dan menyerahkan daftar nama para koruptor.

Mataku tertuju pada pejabat militer yang hadir dalam rapat akbar itu, lalu aku berkata pada mereka, "panggil semua orang yang ada dalam daftar ini, sekarang ...". Dengan cekatan, dan segala potensi dikerahkan, dalam waktu tidak begitu lama, telah berkumpul sekelompok lelaki dan wanita paruh baya dengan mata penuh linangan ait mata, sesekali aku mendengar rintih tangis mereka, "ampuni kami, raja .. ampuni kami".

Aku berdiri dari singgahsanaku, dan memerintahkan agar para militer menggiring mereka semua ke lapangan upacara. Setelah mereka berbaris di lapangan, aku pandangi mata mereka satu persatu, aku membentak meraka, "siapa yang minta aku ampuni ... siapa?", semua mereka minta ampunan kecuali 3 orang saja ... aku mendekati 3 orang yang tidak minta diampuni, aku bertanya pada mereka, "kenapa engkau tidak minta aku ampuni", orang pertama berkata, "hak untuk mengampuni mutlak milik pencipta diriku". Lalu orang kedua berkata, "aku memang berdosa, aku layak mati", dan orang ke tiga punya kalimat yang berbeda tapi senada, "mati lebih baik bagiku daripada hidup dengan malu".

Aku kembali berdiri di hadapan mereka, dengan suara lantang aku perintahkan ketiganya keluar dari barisan, "kalian bertiga, keluar dari barisan .. ", sedangkan sisanya masih saja dengan tanpa malu meraung, melolong, minta diampuni ...

No comments:

Post a Comment

Ingin berkomentar? cerita yang baik-baik saja, karena DIA suka dengan hal yang baik-baik. Siapa yang membuka aib, maka di akherat ALLAH akan membuka aibnya ...