Sunday, August 31, 2008

Perdana Menteri

H - 3 (Perdana Menteri)

Hari ini adalah hari kedua dimana aku menjadi raja, Jin negeri kembali menemuiku dan bertanya, ”apa permintaanmu yang kedua?”. Aku menghela nafasku, lalu, ”aku ingin semua koruptor dari yang paling kecil sampai yang paling besar dan hina ... semuanya mengakui kesalahannya. Aku ingin semua mereka keluar dari rumah dan persembunyiannya, berdiri di depan pintu kantornya masing-masing ... tidak ada yang tersembunyi dan aku bisa membaca isi hati mereka yang paling tersembunyi ...”.

Aku keluar dari istana kerajaan, menuju lapangan upacara yang masih penuh dengan para tertuduh koruptor, semuanya masih berdiri dengan ketakutan ... semua takut mati. Hari ini aku masih ingin menginterogasi mereka, kenapa mereka bisa disebut koruptor ... tapi hari ini aku putuskan untuk berjalan keliling kerajaan dari satu distrik ke distrik lainnya, dari satu negara bagian menuju negara bagian lainnya. Sedangkan para tertuduh korupsi, aku persilahkan pulang ke rumah mereka untuk berpamitan dengan keluarga mereka, karena besok semuanya akan aku hukum mati ...

Dengan cucuran air mata, semuanya pulang ke rumah mereka masing-masing. Tiada henti-hentinya mereka menangis, lalu apakah mereka tidak berfikir untuk melarikan diri saja? Aku tersenyum dengan kemungkinan itu, lalu aku memberi pengumuman, ”siapa saja diantara kalian yang tidak kembali ke lapangan upacara kerajaan esok hari untuk dihukum mati, maka seluruh militer kerajaan akan memburu mereka, membunuh mereka, keluarganya, dan tetangganya, sehingga bila kalian temui mereka bersembunyi, seret paksa mereka untuk kembali ke sini, karena selama ini mereka telah sengsarakan rakyat, maka besok merupakan hari kebebasan rakyat dari penderitaan”. Tangisan kembali pecah, tersedu-sedu, pilu, menyayat hati, tapi sayang ... aku lebih peduli dengan rakyatku, bukan dengan tangis para koruptor ...

Aku memulai perjalananku, dan aku ditemani oleh perdana menteri. Aku heran, kenapa perdana menteri tidak masuk dalam daftar nama tertuduh korupsi, ”perdana menteri, kenapa kamu tidak masuk ke dalam daftar pejabat kerajaan yang korup”. Dengan penuh wibawah, perdana menteri menjawab, ”saya tidak tahu, saya juga heran, seharusnya nama saya masuk dalam urutan teratas, tapi ternyata tidak ada ... saya sudah membaca daftar nama dari kalangan pemberantas korupsi 3x berulang-ulang tapi tetap nama saya tidak ada, saya juga menyesal ...”. Aku heran dengan kalimat perdana menteri, ”berapa gajimu sebulan?”. Lalu, ”em, gaji saya sangat besar, sekitar 200 juta, tapi saya hanya mengambil 10% nya saja, karena saya rasa 20 juta lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga saya, 90% dari gaji hamba telah disedekahkan untuk rakyat miskin sebagai bekalanku di kehidupan setelah mati ...”.

Aku semakin heran, dan melanjutkan tanyaku, ”apa anakmu tidak sekolah?”. Perdana menteri hanya tersenyum, dan dengan penuh sopan menjawab tanyaku, ”tadinya aku sekolahkan di sekolah internasional, sekolah terbaik di kerajaan ini, tapi aku takut anakku akan menjadi pejabat dan berbuat curang pada rakyat, sehingga sekarang mereka aku sekolahkan ke sekolah agama saja, agar bila aku telah mati, mereka bisa mendo’akan aku dengan benar, dan bukan menambah siksaku di dalam kubur karena mereka menjadi koruptor dan mengabil hak rakyat kecil”.

”Ha ha ha”, aku tertawa lantang, lalu, ”perdana menteri ... apa kamu tidak tahu, kelompok dari kalangan agama juga berebut jabatan di kerajaanku ini, mereka juga hobi untuk saling hujat dan menjatuhkan dalam dunia politik mereka, dan kalau sudah bertengkar salah satu dari mereka, tidak ada kata islah, intinya ... sekolah dimanapun anakmu, semua tetap beresiko untuk jadi pejabat korup, mengerti kamu perdana menteri”, perdana menteri hanya menunduk dan sedikit mengangguk.

Tapi sebenarnya, aku sungguh kagum dengan perdana menteri kerajaanku, aku melanjutkan berondong tanyaku padanya, ”lalu kamu tinggal di mana?”, kemudian perdana menteri menjawab, ”aku tinggal di rumah kontrakan sebelah barat istana”. Aku bertambah heran, ”bukankah ada rumah dinas dari kerajaan, kenapa tinggal di rumah kontrakan”, dengan sedikit takut, perdana menteri menjawab, ”karena aku merasa tidak pantas tinggal di rumah mewah dan megah, aku hanya rakyat kecil yang dipercaya menjadi perdana menteri, aku lebih suka tinggal di rumah kontrakan dan berada dekat dengan rakyat, sehingga aku bisa rasakan apa yang mereka rasa, pedih sebagaimana mereka pedih, dan lapar sebagaimana mereka lapar”.

Aku menitikkan air mata mendengarkan penjelasan dari perdana menteri kerajaan, ”perdana menteri, kau begitu baik dan sempurna, seharusnya engkaulah yang pantas menjadi raja, bukan aku ...”. Perdana menteri hanya diam, lalu, ”tuanku juga baik, sejak kemarin tuanku mejadi sosok yang luar biasa dan perhatian pada rakyat, maafkan kelancangan hamba”.

Ah, aku kira semua pejabat kerajaanku bermental tempe, ternyata masih ada berlian dalam kubangan lumpur sistem negeri yang penuh korupsi. Aku melihat ke luar jendela kendaraan kerajaan, dan aku melihat banyak sekali orang yang berdiri di depan gedung perkantoran, di semua gedung kantor kerajaan berdiri puluhan orang, entah kenapa. Akhirnya aku putuskan untuk singgah di sebuah kantor distrik tempat pengurusan kartu identitas rakyat kerajaan (KIR-K). Aku berjalan ke arah mereka dan menanyai mereka, ”kenapa berdiri di depan pintu kantor kerajaan? kenapa tidak bekerja?”. Orang yang aku tanyai hanya bisa diam, mungkin ingin berbicara, tapi karena begitu takutnya, dia hanya bisa diam dengan kaki bergetar. Aku memandang sorot matanya, dan zaaapppp ... aku bisa membaca isi hatinya, dalam hatinya dia berkata ...”aku yang bertugas membuat kartu identitas rakyat kerajaan (KIR-K), perintah dari kerajaan, biayanya hanya 2500, tapi aku sudah terbiasa menerima biaya pembuatan KIR-K sebesar 25.000 sampai 200.000, bahkan lebih, ampuni aku raja ...”.

Hatiku yang tadinya sejuk setelah berbincang dengan perdana mentari kembali bergejolak dan berkecamuk, ”bangsat, kalian ini hanya pejabat kecil di distrik ini, kalian juga korupsi, mental tempe”. Aku melayangkan tamparanku, dan plak ... bapak paruh baya itu terpelanting dan terjerembab mencium tanah, masih dengan mulut bisunya yang terkunci rapat karena ketakutan ... Perdana menteri berlari kecil untuk menolong pejabat kecil di distrik pinggir kota, membersihkan debu yang melekat di wajahnya dan menyapu darah yang mengalir dari bibirnya dengan sapu tanngan putih dari sakunya, sambil berbisik, ”maafkan paduka raja, paduka sedang kesal karena terlalu banyak tindakan korupsi di kerajaannya”.

Aku sedikit kesal dengan tindakan perdana menteri, lalu memerintahkannya untuk kembali melanjutkan perjalanan, ”perdana menteri, kita lanjutkan perjalanan”. Sekelebat aku melirik ke arah bapak yang aku tampar sampai tersungkur, dia hanya berdiri dan sedikit membungkuk ke arah kendaraan kami memberi penghormatan.

bersambung

No comments:

Post a Comment

Ingin berkomentar? cerita yang baik-baik saja, karena DIA suka dengan hal yang baik-baik. Siapa yang membuka aib, maka di akherat ALLAH akan membuka aibnya ...