Sunday, August 31, 2008

Diam

H - 3 (Diam)

Kami melanjutkan perjalanan kami, kali ini aku singgah di sebuah kantor ibukota negara bagian, aku bertanya kepada gubernur negara bagian yang sedang berdiri di depan kantornya, ”kenapa kamu berdiri di depan kantormu, korupsi apa yang kamu lakukan?”. Dengan diawali kalimat protokoler khas pejabat gubernuran, lalu si gubernur berkata, ”aku memerintahkan agar semua dinas dan sektor pembangunan baik di bidang perencanaan maupun di bidang pembangunan fisik untuk dapat menyisihkan 10% sampai 35% dari anggaran belanja mereka, karena setelah aku terpilih menjadi gubernur aku banyak sekali mengeluarkan biaya untuk kepentingan kampanye, semua uang itu harus kembali, dan aku sebagai gubernur tidak ingin rugi”.

Aku hanya tersenyum, mataku memandang ke arah perdana menteri, tapi perdana menteri hanya tertunduk, mungkin perdana menteri sudah sangat yakin bahwa sebentar lagi tinjuku akan mendarat di wajah gubernur, dan braaaak ... kali ini tendanganku mendarat dengan sangat keras di wajah si gubernur sampai dia tersungkur, lalu aku memaki-maki si gubernur, ”jadi, itu motivasimu menjadi gubernur, untuk mengeruk keuntungan dari kerajaanku, mengambil hak rakyat miskin dengan alasan mengembalikan biaya kampanyemu? bajingan tengik”, dengan membabi buta aku menendang perut gebernur ... sekali lagi, dan lagi, lagi, lagi, lagi dan lagi ... sampai si gubernur batuk-batuk dan muntah mengeluarkan darah.

Ingin rasanya aku memecahkan kepala gubernur tengik ini seperti aku melakukannya kemarin pada dua menteri kerajaan, tapi gusarku telah ditenangkan oleh perdana menteri. ”paduka raja, kerajaan ini tidak bisa bersih dari korupsi dengan hanya membunuh para koruptor, kita perlu berfikir dengan bijak, mereka ini orang-orang pilihan, hanya saja motivasi mereka terhadap dunia yang masih salah, mereka orang-orang pintar, hanya saja mereka terlalu berambisi dengan uang”.

Aku hanya diam, mataku mengeluarkan airnya dengan deras, kemudian aku mendongak ke langit dan berkata lantang pada pemilik langit, ”oh Tuhan, kerajaan apa yang sedang aku pimpin, tidaklah pejabat kecil dan juga pejabat tinggi kerajaan, semuanya korupsi dan korupsi, pantas rakyat begitu membenci aku, aku pemimpin payah dan lembek, aku tidak bisa memberantas korupsi yang terjadi di depan mataku, aku bahkan membiarkan koruptor kerajaan tertawa terbahak sambil menginjak-injak rakyatku ...”.

Kami kembali melanjutkan perjalanan, berkeliling dari satu negara bagian menuju negara bagian lainnya, hingga aku sampai di negara bagian paling timur kerajaan. Sebuah kegiatan pertambangan tembaga dan mineral di dalamnya telah dilakukan dengan skala yang luar biasa.

Aku berkeliling menemui rakyatku yang sepertinya begitu primitif, tanpa mengenakan pakaian tapi bagian kemaluan ditutupi dengan sesuatu yang meruncing. Kulit mereka gelap dengan rambut hitam keriting, lalu aku coba berkomunikasi dengan mereka, ”apa yang kalian dapat dengan kehadiran perusahaan pertambangan pengeruk hasil bumi di dekat tempat tinggal kalian?”. Lalu, seorang kepala suku menjawab dengan suara lantang, ”kami masih bisa hidup seperti ini sudah merupakan hadiah yang luar biasa dari para penjajah kulit putih itu, jangan kejar-kejar kami seperti babi, kami masih ingin hidup bebas di kampung kami sendiri”.

Aku hanya diam, di kerajaanku ada investor asing pengeruk kekayaan kerajaan, dan rakyatku yang menjadi tetangga mereka hanya menjadi penonton, benarkah mereka dikejar-kejar seperti babi ... apa yang terjadi dengan kerajaanku, aku ini siapa? Kenapa aku hanya diam saja dengan tingkah para investor asing penjajah itu, siapa pemberi izin bagi kegiatan mereka ...

Hari telah berangsur malam, aku kembali ke istana kerajaan dengan menggunakan pesawat kerajaan agar aku bisa melakukan rapat kecil dengan pejabat-pejabat kerajaan yang masih memiliki hati nurani seperti perdana menteri ...

bersambung

No comments:

Post a Comment

Ingin berkomentar? cerita yang baik-baik saja, karena DIA suka dengan hal yang baik-baik. Siapa yang membuka aib, maka di akherat ALLAH akan membuka aibnya ...