Wednesday, May 28, 2008

Subuh di Denpasar

Andai Istriku Bekas … (Subuh di Denpasar - Bagian 7)

Walau di perjalanan, aku tidak pernah meninggalkan sholat malam. Hidupku rasanya kering jika semalam tanpa sholat tahajud dan bermunajat di hadapanNya. Sesekali aku melirik Dave yang masih tertidur pulas, kadang dia juga mengigau dengan bahasa yang tidak aku fahami, mungkin bahasa Arab, Belanda, atau bahasa Jerman.

Setelah sholat tahajud lengkap satu paket, 4 x 2 rakaat tahajud dan 1 x 3 rakaat sholat witir, akupun mulai membuka-buka qur’an untuk ku baca secukupnya. Kemudian, sayup-sayup sampai aku mendengarkan kumandang adzan, ah … merdu sekali, jadi ingat awal tahun lalu saat ada jadwal presentasi di Singapura, tidak sedikitpun suara adzan aku dengar dari kamar hotel, tapi kini … walaupun sedang ada di Denpasar, tapi aku mendengarkan suara adzan. Aku bergegas hendak menuju sumber suara, sebelumnya aku perbarui dulu wudhuku di kamar mandi. Setelah selesai, aku temui Dave telah bangun

John: Aku sholat di masjid deket hotel dulu yah …
Dave: Eh tungguin aku, aku ikut …
John: Ya sudah, cepet sana ke kamar mandi

Selang beberapa saat, Dave telah keluar dari kamar mandi. Tidak di sangka, dia mengeluarkan sarung putih, jubah, lengkap dengan surban. Aku hanya bisa melongo ...

John: Mau ke mana Pak Ustadz, khotbah jum’at ya ...
Dave: Bule juga manusia, juga butuh masuk surga
John: Halah, semaleman molor ... tahajud kenapa sih
Dave: Kadang-kadang aku juga sholat malem, tadi malem capek banget latihan presentasi
John: Cepetan, adzannya sudah dari tadi
Dave: Iya tau, aku juga denger ... tapi tenang saja, imamnya aja belum ke masjid
John: Siapa imamnya
Dave: Aku, nggak liat apa sudah ganteng begini …
John: Kirain beneran …
Dave: Yuk, cabut …

Benar juga, ulah Dave bikin kaget pertugas reception, satpam, orang-orang di jalan, bahkan jama’ah masjid. Aku hanya bisa senyum-senyum saja, sedangkan Dave … wajahnya serius sekali. Jema’ah masjid mempersilahkan Dave untuk mengimami masjid mereka, aduh … Dave plis jangan bikin malu. Sebenarnya Dave menolak, tapi karena beberapa kali didesak oleh jama’ah masjid, akhirnya Dave benar-benar berdiri di hadapan. Mati aku, begitu fikirku … tapi di luar dugaanku, suara Dave cukup merdu, dengan tajwid dan makhroj yang nyaris sempurna, tidak terlihat kalau dia adalah Dave dengan tampang bule. Luar biasa, pokoknya luar biasa …

Selesai sholat, Dave mempersilahkan jama’ah masjid untuk memimpin dzikir dan wirid, aku hanya bisa tersenyum melihat tingkah Dave, senyum lega, juga tersenyum bangga. Ternyata Dave serius sekali dalam mendalami Islamnya. Setelah selesai wirid dan dzikir, kami bersholawat dan segera ingin pulang, tapi jama’ah masjid ingin mendengarkan cerita tentang ke-Islaman Dave. Mati aku, sekali lagi kata itu melintas di benakku … Dave menolak dengan halus, tapi karena dipaksa, akhirnya Dave luluh juga hatinya, dia duduk bersila di hadapan, sedangkan jama’ah masjid duduk merapat berhimpit-himpitan. Supaya terlihat bule beneran, Dave meminta aku menjadi penterjemah, alamak … ada-ada saja tingkahnya

Dave: John, sit biside me …
John: (melotot ke arah Dave)
Dave: I can’t speak Indonesia well, but my friend will translate it for you …

Halah, sempat-sempatnya akting … dasar, bule gadungan. Tapi akhirnya akupun duduk di samping Dave sebagai petugas penterjemah, ada-ada saja ... Dave bercerita bahwa ayahnya Jerman dan Ibunya Arab Albania, sebenarnya sejak lama sudah kenal Islam tapi hidup di Jerman bukan lingkungan yang mudah untuk kenal agama Islam dengan baik. Sampai akhirnya Dave tinggal bersama Ibunya di Al Jazair, tetapi tetap saja ... dia hidup dengan tanpa Islam, bahkan tidak kenal dengan halal haram dalam agama. Kemudian saat sekolah tingkat atas, Dave berpindah ke Maroco dan mengikuti program kerjasama luar negeri, Dave memilih untuk kuliah di Indonesia, tapi tetap dengan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di kampus. Lalu Dave bercerita tentang Fellicia, pada bagian ini ibu-ibu di masjid menangis terisak-isak, Dave bercerita bahwa Feli adalah calon istrinya, karena dorongan dari Feli akhirnya Dave mau belajar Islam, belajar membaca Al-Qur’an, belajar sholat yang benar, bahkan mencoba untuk menghafal beberapa surat dalam Al-Qur’an. Hingga pada akhir ceritanya, Dave mengajak semua jama’ah masjid untuk berdo’a bagi Feli yang sudah meninggal mendahului. Kali ini tidak hanya ibu-ibu di masjid saja yang menangis, tapi bapak-bapak jadi ikutan menangis. Do’anya masih menggunakan bahasa Inggris, dengan sangat terpaksa aku harus menterjemahkan do’a Dave. Aku terkesima dengan seorang Dave, sungguh sosok yang luar biasa, aku tidak pernah menyangka Dave punya jiwa seorang pendakwah agama, jiwa seorang da’i dan mampu menguasai ahli majelis untuk tetap fokus padanya.
Akhirnya, kamipun berpamitan ... beberapa bapak-bapak di masjid berebut untuk bersalaman dengan Dave bahkan memeluk Dave, masih dengan sisa tetes air mata mereka. Setelah berjalan cukup jauh dari masjid, aku memukul lengan kiri Dave ...

John: Gila lu, orang masjid kamu kerjain
Dave: Siapa yang ngerjain orang masjid, aku hanya bercerita apa adanya
John: Tentang Feli bagaimana ...
Dave: kalau yang itu, hanya aku tambahain sedikit, tapi memang karena dia juga aku tobat
John: Tapi Dave, acting-mu keren abis … sumpah nggak nyangka
Dave: Hei, aku jadi imam tadi bukan akting, memang aku yang jadi imam
John: Iya, bacaan qur’anmu nyaris sempurna, seperti qori, seperti anak jebolan pondok
Dave: Siapa dulu dong, David Al Bisri ... emak gue Arab tulen ...
John: Ngomong-ngomong, kita ketemu klien jam berapa ...
Dave: Kita nggak ke mana-mana, kita presentasi di ruang seminar hotel kita, setelah itu kita ajak makan-makan sebentar lalu ke lokasi proyek
John: Oh begitu yah, masih bisa tiduran dong kalau begitu …
Dave: Bisa, tapi jangan lama-lama, schedule kita jam 10.30 untuk paparan dengen klien
John: Siap boss …

No comments:

Post a Comment

Ingin berkomentar? cerita yang baik-baik saja, karena DIA suka dengan hal yang baik-baik. Siapa yang membuka aib, maka di akherat ALLAH akan membuka aibnya ...