Friday, April 4, 2008

Cinta tak berbalas

Kamis itu adalah kamis terakhir Pak Doel datang ke Pondok untuk mengajar matematika. Guru pengganti telah tiba, eh ternyata teman Pak Doel juga … wah, pasti kocak dan full tawa seperti Pak Doel. Walaupun matematika pelajaran yang nyebelin, tapi kalo ngajarnya ala sersan (serius tapi santai), kan jadi enjoy belajarnya …

Pak Mashudi mulai masuk kelas, wajah garang dengan barisan jengot manis di dagunya coba difahami oleh seluruh isi kelas. Untuk mencairkan suasana, kelas dimulai dengan cerita ke sana ke mari … “Pak, namanya siapa?” Anya mulai bertanya, lalu Sari ikut menimpali, “kenal Pak Doel sudah lama? Kenal di mana?”. Senyum simpul Pak Mashudi mengawali kalimat jawabannya, “nama saya Mashudi, dulu saya tetangga kos Pak Doel sewaktu tinggal di dekat kampus kami, institut terbaik di negeri ini” … ketegangan kelas sedikit mencair, “trus kenal Pak Doel di mana?”, Alien mengulangi pertanyaan Sari.

“Emmm, saya ingat sekali sewaktu pertama kali bertemu Pak Doel, dia sedang berada di dalam majelis do’a, acaranya di masjid kampus”, Pak Mashudi ubah posisi duduknya biar lebih rileks, dan melanjutkan ceritanya, “sewaktu Pak Doel do’a, saya tuh tersentuh sekali, do’anya dalem banget … walau pake bahasa Indonesia semua, tetapi … ugh, menghujam sampe hati, saya saja sampe berfikir … kalau saya ini Tuhan, semua do’anya akan saya kabulkan, bahkan sebelum dia berdo’a semua maunya akan saya terima, tapi berhubung saya hanya manusia, … saya hanya kagum saja sama Pak Doel, saya yang cowok aja bisa kagum, apalagi kalian yang cewek …”

Wuuuuuu, seisi kelas jadi ramai, jadi kebayang kalau sudah lama gak ketemu Pak Doel, mungkin jadi kangen beneran. Pak Mashudi melanjutkan ceritanya, “saya masih inget banget penggalan do’anya,. Do’a yang gak biasa, do’a yang tidak mungkin terfikir oleh saya …

Wahai Dzat penguasa seluruh alam, kami duduk dan berkumpul di sini untuk mencintaiMu, maka cintailah kami … bumi langit dan apa-apa yang berada diantara keduanya telah tercipta untuk menghamba hanya padaMu, kami yang berada diantara keduanya, jadikanlah kami sebagai makhluk yang selalu menghambakan diri padaMu … Kami memujimu sebagaimana pujian Rasulullah di padang mahsyar, kami memujimu sebanyak karuniaMu, sepenuh keredhoanMu, sedalam kasih sayangMu, seluas ampunanMu … Wahai Dzat yang jiwa kekasihku Rasulullah SAW berada dalam erat genggamanMu, ampunkan dosa dan kesalahan kami, jika Engkau tidak mengampuni kami, maka kami akan hina selama-lamanya, tapi bukankah kami ini adalah hambaMu, maka ampunilah kami dengan karuniaMu … dan sungguh, Engkau saja Dzat yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang …

Demi tegaknya kemuliaan agama ini, jika Engkau temui kami bermaksiat dengan mata kami, maka butakanlah mata ini, jika Kau temui kami sedang bermaksiat dengan tangan ini, maka pisahkanlah ia dari tubuh ini, jika Kau temui kami berjalan ke arah maksiat dengan kaki kami maka pincangkanlah kaki ini, sehingga dia terselamat dari berbuat dosa dan selalu dalam keredhoanMu saja … Demi kemuliaanMu, kami mencintaimu melebihi cinta kami pada diri kami sendiri, untuk tinggikan agama maka nyawa kami menjadi murah dihadapanMu, dan bilamana hari ini kau perintahkan kami untuk serahkan nyawa kami, maka akan aku serahkan dengan tanganku sendiri … sekarang juga …

“Baris terakhir dalam do’a Pak Doel di masjid Manarul Ilmi, dalem banget, saya sama sekali gak berani untuk ikutan amin, hiii serem .. ok, perkenalan selesai dan kita mulai saja pelajaran hari ini, kata Pak Doel sekarang lanjutin materi persamaan ya !! mari kita buka BAB persamaan …”

Hari berlalu silih berganti, ternyata diluar dugaan kami semua, tidak ada lagi serius tapi santai, yang ada adalah matematika yang tegang dan menakutkan, mungkin juga standarnya kampus mereka melontarkan joke yang bagi kami nyakitin hati seperti sebutan otak udang bagi yang gak ngerti-ngerti, siput bagi yang lama kalau ngerjakan soal, atau bahkan to the point, yaitu dengan kata-kata seperti dongo, guoblok, dan sebagaianya. Bedanya tipis, kalau Pak Doel pake guyon dan disertai senyam senyum, tapi kalau Pak Mashudi … hiiii kalau bisa keluar taringnya, pasti sudah keluar sejak kemarin …
Pernah suatu hari, kami sekelas protes, bagaimana tidak protes, ada majalah di atas meja guru .. OK, itu kesalahan kami, tapi 3 jam pelajaran Pak Mashudi marah-marah dan ceramahi kami, begini marahnya … “kalian mau masuk ke syurga yang mana, bagaimana mungkin anak pondok membaca majalah-majalah dengan isi yang meniru-niru budaya barat, apa kalian tidak tau, siapa yang mengikuti suatu kaum maka nanti di akhirat akan dibangkitkan bersama kaum yang diikutinya, mau kamu dikumpulkan bersama orang-orang barat yang gak kenal agama?”

Duh, ini pelajaran matematika atau pelajaran agama sih, kita itu diceramahin sampai bel bubaran sekolah … Anya sampe sebeeeel banget, hingga dia berfikir bagaimana kalau jenggot Pak Mashudi diwarna pake pewarna rambut, atau pake cat tembok sekalian.

Tiga minggu berlalu, beberapa dari kami mulai rindu Pak Doel. Icha yang sedeng bandel karena bawa handpone gak pake izin Pak Cecep kirim sms, “Pak, kami kangen … pelajaran matematika jadi gak ada santai-santainya”, kalau Fida, langsung telpon, “Pak, gak kangen kami? Matematika jadi bosenin, gak ada santainya … tegang dan menyeramkan”.

Kami heran, Pak Doel menanggapi kami dengan dingin, bahkan sepertinya gak peduli. Memang sempat ada yang bilang kalau Pak Doel sebenarnya orangnya cuek abis, gak mudah peduli, lihat darah berceceran saja dia gak bergeming, santai aja … duh, jadi bingung … Pak Doel berpendapat kalau mati bukan akhir dari kehidupan tapi awal bahagia perjumpaan dengan kekasih. Padahal dulu sewaktu ngajar, sepertinya care banget deh sama kita-kita, bahkan ada diantara kami yang sering dikirimi ‘surat cinta’, apa gak berbunga-bunga.

Puncak kesabaran kami telah habis, kami ingin sekali Pak Mashudi hengkang dari peredaran, kami berdemo dan membuat surat pernyataan kalau kami sudah gak mau lagi dengan kehadiran Pak Mashudi.

Ternyata hal ini juga membuat panik Pak Mashudi, lalu telfon Pak Doel, “gimana ini, anak-anak protes ke saya, memangnya salah saya apa?”. Pertanyaan ‘sulit’, kemudian Pak Doel coba menjawab dengan sebaik-baiknya, “emm, begini Pak Mashudi, coba kita jangan melihat protes mereka dulu, tapi lihat diri kita sendiri, kira-kira pernah buat salah apa… ?”, “lho, saya juga bingung, saya itu gak tau salah saya dimana …”. Wah jadi bingung pangkat 16, yang didemo gak merasa bersalah, lalu Pak Doel coba beri pengertian, “atau begini saja Pak …, akan lebih bijak jika kita mengikuti maunya anak-anak, kalau mereka merasa kurang comfort dengan kehadiran kita, buat apa juga kita berlama-lama jadi guru mereka, jadi sekarang semua saya serahkan pada Pak Mashudi …”.

Hari gini, jika para pejabat merasa gak bersalah kalau mereka korupsi, saya juga jadi bingung, trus kalau didemo orang satu propinsi, atau bahkan satu negara, juga tidak mau bergeming, “saya salah apa, saya gak pernah merasa bersalah”. Bagaimana kalau pejabat seperti itu kita pindahkan ke Negeri Tirai Bambu saja, karena di sana koruptor akan dihukum mati, tetapi ya tetap saja, itu kalau ketahuan. Sampai-samapi saya berfikir jika mata uang dihapuskan dan kembali bertukar barang dengan sistem barter, apa yang bisa dilakukan oleh para koruptor yang ‘dilindungi’ serta para antek ‘pelindung’ mereka yang ada di sistem peradilan kita, wuiiih pasti bingung umpetin semua harta benda mereka, duit gak ada, perbankan apa lagi, jadi harta korupsi semua berupa benda-benda yang tampak dengan mata. Sekarang kalau korupsi uang setara 50M bisa dimasukin rekening, tapi kalau jaman barter dibalikin lagi, lalu duit tadi dikonversi jadi tahu sumedang, waaaaa bisa menggunung, orang sekampung dapet tahu .. lho koq jadi inget menu standar di pondok ya, TT (tahu tempe), uugggh, jadi sebel lagi deh.

Akhirnya reshufle guru matematika terjadi, Pak Mashudi dilengser dan diganti posisinya oleh Pak Rofi, seorang staff pengajar di lembaga pendidikan non formal terkenal di Surabaya. Anak-anak menyambut gembira, orangnya perlente, rapi, ganteng (tapi tetep aja gantengan Pak Doel), juga cerdas, memang dia seorang lulusan jurusan matematik dari universitas negeri terkenal di Surabaya, universitas pencetak para guru dan pendidik, walaupun nggak sedikit lulusannya yang banting setir jadi makelar tanah, broker mobil, juragan tambak bandeng, dan sebagainya. Hari gini mau jadi guru? Cicilan rumah aja sejuta lebih, gaji guru ..? separuhnya aja kadang gak ada. Dilematis, jadi wajar dong kalau guru harus mendadak bisnis, dan ini memang potret dari para guru dan pendidik di Indonesia. Kalau dibandingin dengan negeri Jiran, sebulan gaji mereka adalah 10.000 ringgit, atau setara dengan 20 juta duit kita, … no comment (waaah, gede banget gajinya .. eh maaf, no comment).

Tapi guru juga manusia, jika ada tawaran yang lebih menarik, maka pasti akan disambut dengan gembira. Baru sebulan mengajar, Pak Rofi diterima sebagai tenaga ahli di kantor BUMN milik negeri ini, ya di BUMN (Badan Usaha Merugikan Negara). Hi… hi… sekarang nih jaman reformasi, jadi semua BUMN harus bisa dan semampu mereka untuk melaporkan kerugian masing-masing, kalau gak begitu, bagaimana pejabat-pejabatnya mau menumpuk harta, jajan harian anaknya saja 2 jutaan, dengan kartu kredit tanpa batas … Heeeh, kita hanya bisa menghela nafas. (MKGL … muke gile, kita makan kertas aja, buat ganjel perut … ).

Rabu sore sepulang kantor, Pak Doel silaturahmi ke rumah Pak Kyai di Surabaya, disambut gembira Pak Kyai, Bu Nyai dan juga Ni Iroh yang sedang ‘dikarantina’ menyambut ujian SPMB. Setelah ngobrol kesana-kemari, Pak Kyai mengajak Pak Doel untuk silaturahmi ke Pondok Pesantren kami yang terletak di puncak gunung. Walaupun gak ada dalam schedule, tapi kalau Pak Kyai yang ajak, Pak Doel gak berani nolak … Rabu Malam, sedan merah hati telah sampai ke pondok, dan jreng … anak-anak sedang diberi pengarahan di dalam musholah sebelum istirahat malam. Anak putra yang gak punya rasa malu mulai teriak-teriak sebut nama Pak Doel, tapi yang putri tetep jaim, jaga image lah, gak mungkin teriak-teriak panggilin nama Pak Doel, ada Pak Kyai, ntar dipelototin sambil bilang, “bhoten sae .. (tidak baik)”. Aneh banget deh Pak Doel, seperti gak kenal kita aja, dengan tatapan mata orientalnya serta wajah tampan yang disertai garis siluet senyum dinginnya, Pak Doel sama sekali tidak menggubris panggilan anak-anak putra, duh … jadi gak berani sapa deh.

Schedule yang dibuat Pak Kyai untuk Pak Doel adalah untuk melihat lahan rencana pembangunan gedung baru. Karena datangnya malem, Pak Kyai langsung masuk ke kamar beliau sedangkan Pak Doel masuk ke dalam ruang kantor. Pak Doel langsung menghidupkan komputer, maklum … istri pertama Pak Doel itu komputer, jadi kalau sudah liat komputer maunya mulai ‘membelai’ dan memberi kasih sayang lebih pada komputer. Sambil nungguin start up, Pak Doel terlihat dengan daftar hadir para guru yang menempel di dinding ruang komputer, dan matanya tertuju pada baris guru matematika, baris yang dahulu namanya yang ada di sana. Tanda x berkali-kali dibubuhi pada kolom jadwal pelajaran matematika, itu berarti gurunya tidak hadir. “ah, apa urusannya dengan saya”, begitu yang terlintas di benak Pak Doel. Sesaat kemudian, mulailah Pak Doel sibuk dengan otak-atik komputer kegemarannya, hingga larut dan tiba waktu sholat malam. Selesai sholat malam dan sholat subuh, Pak Kyai ajakin Pak Doel keliling liatin pondok, “masih gelap begini mau liat apaan”, Pak Doel berkomentar atas ajakan Pak Kyai untuk keliling pondok, sesekali berpapasan dengan santri tapi wajah tanpa ekspresi saja yang bisa kami temui walaupun sesekali tersenyum dingin. Mulailah Pak Kyai cerita planning pembangunan dari sisi selatan lalu bergerak ke arah barat, kelas, asrama, laboratorium, masjid, lengkap semua diceritain, trus setelah itu langsung ajakin pulang ke Surabaya. “Hi… hi… hi… sudah, gini doang, gak pake sarapan nih?”, Pak Doel berceloteh dalam hatinya sambil tertawa geli, biasa … laper nih, bisa langsing badan kalau asupan nutrisi terlambat.

Di mobil, Pak Doel diminta untuk duduk paling depan, wah ini ada apa apanya, fikir Pak Doel … ternyata benar, Pak Kyai cerita kalau sekarang anak-anak gak ada yang ngajar untuk pelajaran matematika, padahal sudah dekat waktu ujian akhir semester. Waduh, ceritanya koq jadi begini ya… nih pasti Pak Cecep yang atur. Pak Doel mulai membalas tawaran Pak Kyai, “Pak, untuk urusan pondok saya selalu siap, tapi sekarang ada peraturan supaya selalu absensi dengan fingerprint di kantor, tapi kalau hari sabtu saya siap, sekalian liat progress pembangunan gedung”. DEAL, Pak Kyai setuju, “tapi kalau bisa dua hari, nanti dijemput … mau dijemput di mana, di Malang juga gak apa-apa”, jawab Pak Kyai setengah memaksa, “bisa pak, hari jum’at dan hari sabtu”. Ternyata jadwal yang bisa dikosongkan hanya hari sabtu, sedangkan hari jum’at … jadwal guru-guru tetap tidak bisa digeser. Resikonya adalah pelajaran matematika hanya bisa diadakan seminggu sekali, yaitu hari sabtu saja.

Hari Sabtu, setelah sekian lama menghilang dari peredaran, Pak Doel kembali ke dalam ‘cengkraman’ kami. Tapi kali ini, rada jutek … masuk kelas langsung gambar gelas berisi susu trus ada setitik kotoran yang hampir nyempung, Pak Doel mengawali kelas, “ini adalah segelas susu, dan ini ada setitik kotoran, kita anggap saja kotoran cicak yang hampir masuk ke dalam gelas, maka saya akan tutup gelas ini dengan penutup”, begitu kelas matematika mulai dibuka, kemudian Pak Doel menjelaskan maksud dari segelas susu di papan tulis, “jika hari ini ada diantara kalian yang tidak mau mendengarkan, dan tidak mau belajar di kelas, maka silahkan keluar, karena gelas harus tetap berisi susu yang bersih dan tidak bercampur dengan najis”. Nina menyahut dengan kalimat garing tapi lucu, “Pak, kotorannya itu bukan sebesar kotoran cicak, tapi kotoran sapi …”, Ada-ada saja, lalu Alien ikutan nimbrung, “kalau kami barisan belakang keluar kelas semua bagaimana?”, Pak Doel menjawab dengan tegas, “walaupun seisi kelas ini keluar, saya akan tetap mengajar hingga akhir jam pelajaran matematika, apakah kalian akan berhenti mencintai ALLAH jika seluruh manusia ingkar, jawabannya tentu tidak, begitu juga hari ini … ketaatan kita pada ALLAH bukan untuk orang lain tetapi untuk diri kita sendiri, dan saya mengajar di sini saya niatkan semua untuk ALLAH, sehingga saya akan tetap mengajar walaupun kalian semua keluar kelas …”.

Rara mencoba cairkan suasana, “di kelas cowok bagaimana ceritanya Pak, mereka kan gak bisa disindir, muka tembok, muka badak, pokoknya gak tau malu …”, lalu Pak Doel menjawab, “hanya tersisa 7 orang, Agus, Romdhon, Akbar, Kamal, Zulfan, Miftah, dan Firman, tapi saya tetap mengajar”. “koq gitu sih Pak, nggak dipanggilin disuruh balik masuk ke kelas”, Rara protes mendengar cerita tersebut, ha… ha… ha… Roisnya gak disebut ya … lalu Pak Doel kembali menjawab, “jika ummat Islam sudah berhenti megamalkan agama, maka Dia akan ganti dengan kaum yang jauh lebih baik dari pada ummat Islam saat ini, mungkin kita tidak pantas, tetapi berusahalah dan bersungguh-sungguh sehingga ALLAH menjadi saksi bahwa kita memang pantas untuk menjadi bagian daripadanya, mereka yang meninggikan agama dengan harta dan jiwa”, kemudian Pak Doel membaca sepenggal ayat Qur’an dan berkata, “sesungguhnya ALLAH telah membeli dari diri orang beriman jiwa mereka, dan harta mereka dan akan Aku (ALLAH) ganti dengan syurga …, kita ini sudah dibeli olehNya, jadi sudah tidak berhak lagi atas diri kita sendiri, karena Dia segera akan memberikan pembayaran berupa syurga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya”.

“Ok, sekarang yang mau bertahan silahkan bertahan, yang mau keluar kelas silahkan tunggu di luar kelas atau masuk kamar kalian”. Kemudian kelas segera di mulai, BAB Trigonometri. Walaupun sudah berusaha tampil tegas, tetep aja suka buat orang ketawa, kemudian Alien yang merupakan leader barisan belakang berkata, “Pak, kalau nggak ikhlas ajarin kami, ya gak usah ngajar, ngapain repot”, Pak Doel tertawa kecil, “apa kamu akan berhenti sholat kalau sedang malas mengerjakan sholat? jawabnya tidak … begitu juga saya, walaupun sedang senang, suka, ataupun tidak suka maka saya akan tetap mengajar, berusaha untuk tetap amalkan agama juga merupakan bagian dari ikhlas, semua fii sabilillah dan semua untuk ALLAH, ini semua cinta yang tidak ingin dibalas di dunia, tapi nanti di akheratNya, di dalam kemulian naunganNya, di dalam syurgaNya, selama-lamanya”.

Kisah tentang Pak Doel berakhir hingga akhir semester dua dan kenaikan kelas angkatan pertama santri di Madrasah Bertaraf Internasional (MBI). Pak Doel kembali ke habitatnya, sebagai seorang arsitek, dan bukan sebagai guru dadakan. Semoga semua yang kita kerjakan di dunia menjadi bagian penting untuk menjadi pemberat timbangan amal di Hari Perhitungan, hari yang pasti akan menghampiri kita semua.

No comments:

Post a Comment

Ingin berkomentar? cerita yang baik-baik saja, karena DIA suka dengan hal yang baik-baik. Siapa yang membuka aib, maka di akherat ALLAH akan membuka aibnya ...