Pukul 02.00 dini hari, “Ust Lazim … Uts Lazim …”, Pak Kyai sedang mencari-cari Pak Lazim, sopir pribadi beliau khusus hari sabtu dan ahad. Memang harus diteriaki, sebab Pak Lazim kalau sedang singgah ke Pondok Jubel bersama Pak Kyai, tidurnya tidak tentu … bisa di musholah sambil I’tikaf, di dalam mobil sebagai tempat terhangat, di kantor Pak Cecep, di kamar ustadz, atau suka-suka Pak Lazim mau hinggap di mana.
Ternyata Pak Lazim ada di dalam mobil, lengkap dengan bantal, dan kain ihram sebagai selimut. Karena namanya disebut-sebut terus, Pak Lazim terjaga, dan mulai menghidupkan mesin mobil. Pak Kyai mengajak Pak Doel, “mari Mas Doel …”, Pak Doel yang ikutan Pulang ke Surabaya malam itu bergegas menyambar ranselnya dan ikut masuk ke dalam APV.
Di tengah jalan terjadi pembicaraan tentang rasa malu dan kemuliaan menutup aib, Pak Lazim mengawali cerita, “dulu ada seorang yang menjadi wali karena kentut”, Pak Doel menatap Pak Lazim dengan keheranan, “sepertinya saya pernah denger cerita itu deh, tapi lupa-lupa inget sih, trus ceritanya bagaimana Pak Lazim”, “itu kisahnya ada seorang gadis yang sedang belanja kain di pasar, tiba-tiba si gadis manis buang angin, karena malu dituding orang sepasar, tiba-tiba ada orang yang rela jadi ‘tumbal’ dan mengaku bahwa dialah yang kentut, tujuannya sih menutupi aib si gadis … tapi, dengan amalannya menutupi aib gadis tersebut, maka dia dimuliakan oleh Allah swt sehingga memiliki kedekatan yang sempurna dengan Allah swt, layaknya seorang waliyullah”.
“waaa, ceritanya keren banget Pak Lazim”, Pak Doel memuji cerita Pak Lazim, kemudian Pak Kyai yang sedari tadi diam mulai memberi nasihat, “sekarang ini orang suka sekali membuka aib, kalau di kendaraan umum ada yang buang angin, pasti ditertawakan, diejek dan sebagainya, padahal kasusnya kan darurat, dia tidak mungkin turun hanya sekedar kentut, jadi untuk kepentingan orang banyak, dia terpaksa buang angin”.
Rupanya Pak Lazim cerita tentang ‘menjadi wali’ tadi ada maksudnya, Pak Lazim lupa tunaikan ‘kewajiban’ pagi hari, buang hajat, sambil berbisik-bisik ke arah Pak Doel, Pak Lazim mulai berkicau, “sepertinya saya harus cari kali di pinggir jalan, saya sudah kebelet nih …”, Pak Lazim melihat sungai besar di sisi kanan jalan, dan berinisiatif untuk menepi, kemudian dicegah Pak Doel, “jangan Pak, jangan ‘nongkrong’ di sana”, “lho kenapa, saya sudah gak tahan, ini bukan kendaraan umum, dan yang kedua saya bukannya mau kentut tapi mau buang hajat, jadi gak mungkin saya ‘tunaikan’ hajat saya di sini …”, Pak Lazim melatat melotot, bukan marah karena dicegah menepi oleh Pak Doel, tapi karena sudah ‘diujung’ banget. Pak Doel menimpali, “kalau Pak Lazim menepi di sini, trus nongkrong di tepi sungai sambil buang hajat lengkap dengan kain ihram ini, Bapak bisa dikira makhluk penampakan … he … he…”, Pak Lazim tambah melotot karena sudah gak kuat, kemudian Pak Doel memberikan penjelasan yang rasional, “Pak, di depan kita ada masjid besar banget, di sana ada WC yang bersih, toiletnya masjid”. Karena dipaksa terus, akhirnya nurut juga dan Pak Lazim memacu APV dengan kecepatan sangat tinggi agar bisa segera ‘setor’ tunaikan keperluan.
Di depan masjid yang di maksud, Pak Lazim langsung loncat keluar dan berjalan kencang ke arah belakang masjid, kaki sudah kena air di kolam masjid, “wah, kalau gak ketemu toilet di masjid ini, sepertinya harus cari kantong plastik untuk gantiin emergency room, khusus ‘produksi’ Lazim hari ini”, Pak Lazim … koq sempet-sempetnya mikir kantong plastik. Tapi alhamdulillah, ternyata apa yang diceritakan Pak Doel benar, toilet masjid bersih, susun tiga, bisa buang hajat dibagi tiga nih
Balik ke APV, Pak Lazim tersenyum bangga, “wah, Pak Doel bener, toiletnya bersih, ada banyak lagi, Pak Doel harus diberi penghargaan …, koq tau di sana ada toiletnya Pak, pernah mampir di masjid tadi?”, Pak Doel tersenyum kecil, “ya tentu tau dong Pak, saya kan arsitek, lihat tampilan luar masjid, terus ada sekolah di dalam komplek, pasti ada toiletnya … lokasi masjidnya di pinggir jalan besar pula, tentu saja toilet jadi perkara yang penting sekali untuk orang-orang yang singgah sebagai musafir seperti kita”.
Pulang bareng Pak Kyai memang selalu enjoy, karena selalu di suguhi nasihat-nasihat special untuk kami yang bodoh-bodoh ini, selain itu, kadang juga disempatkan Pak Kyai untuk mampir di rumah makan, ya iya lah, kita kan laper, kalau gak makan ntar nggak bisa mikir dengan baik dan benar.
Friday, April 4, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Ingin berkomentar? cerita yang baik-baik saja, karena DIA suka dengan hal yang baik-baik. Siapa yang membuka aib, maka di akherat ALLAH akan membuka aibnya ...