Friday, April 4, 2008

Hidupku sudah tak berarti

Bersantai di pagi hari, 06.10
Ahad ini, semua santri tidak ada yang pulang kampung, semua tetap stand by di posisi masing-masing. Walaupun hanya satu hari, sejak pagi hingga waktu dhuha dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak bisa dilakukan pada hari-hari sibuk sekolah di pesantren, Akbar sibuk dengan bola basket bututnya, Kamal, sedang bersusah payah untuk luluran dan putihkan badan, (hi... hi… sumpah, nggak ada bedanya), Agus sibuk meratapi wajahnya yang standar.

Keheningan mulai terusik saat suara gaduh pecahkan pagi sunyi itu, “kedosrak, prang …. bruuuk”. Fahmi dan Saychu yang sedang saling pijat menghentikan pijatannya kemudian saling pandang penuh tanya, “ada apa yah?” fikir mereka, Kamal pasang wajah sewot dan gregetan … “suara apaan sih, ganggu orang sedang private salon saja”, kemudian Kamal teriak, “Heeeiii, apaan sih, aku sedang luluran tau, nanti bisa belang-belang seperti zebra cross kalo nggak rapi ..”, tapi sebagian teman lainnya berlari menuju sumber bunyi dan sungguh mengejutkan, seutas tali tambang menjuntai di langit-langit kamar, dan Fuad sedang meringis kesakitan di lantai dengan kaki kiri yang tertindih bangku sekolah. Mustain angkat bicara, “Fuad lagi ngapain, kamu mau bunuh diri, istighfar Fuad … istighfar, banyak-banyak ta’awudz, kamu tuh sedang dipengaruhi setan”

Tapi yang namanya anak putra gak tau temannya sedang kesusahan, tetep aja cengar-cengir dan ha..ha..hi..hi.. Kamal datang menimpali, masih lengkap dengan perlengkapan perang untuk putihkan badan, Kamal mulai berkomentar, “Fuad, kamu ngapain … butuh bantuan, barusan mau bunuh diri yah, trus gagal … tenang saja Fuad, kegagalan tuh awal dari keberhasilan, ayo coba lagi, coba lagi, dan coba lagi, nanti kamu akan dapatkan hasilnya … mari saya bantu …”.

Ulah Kamal bikin Saychu sewot, “Hoeeey item, kalo sudah item yah item aja tapi jangan pake gila, gila koq ngajakin orang, sana nyemplung ke laut aja …”. Walau berwajah kriminal, Saychu sangat perhatian dengan detail perkara tentang teman-temannya, hanya dia yang nyaris nggak punya rasa malu, kalau kucing punya 7 nyawa, maka Saychu punya 7 muka tembok yang siap dipasang. “Fuad, kamu kenapa, lagi banyak masalah, cerita dong ke kita-kita siapa tau kita bisa bantu, tapi jangan cerita ke Kamal, kamu nanti ketularan item …”.

‘Teguh pendirian’, 06.20
Fuad hanya terdiam sesaat, kemudian dia memperhatikan wajah temannya satu per satu kemudia, “huaaaa, huu… huuu… “ Fuad menangis seperti cucu Mak Yati yang kakinya keinjek Anya, “Aku sudah gak berarti, aku mau mati aja, huaaa, hu…hu…”. Fahmi yang sedari tadi serius memperhatikan, menutup mulutnya dengan erat, sekuat tenaga, Fahmi ingin tertawa yang keras … karena tidak ingin menyinggung perasaan temannya yang sedang terluka, Fahmi berlari meninggalkan TKP (tempat kejadian perkara), jauh sekali sampai ke pintu gerbang lalu, “Hua, ha, ha, … Kak, kak, kaak, kaaak ..”, Fahmi tertawa lepas tanpa resistor sedikitpun.

Memang sih, Fahmi sudah melarikan diri sampai pintu gerbang, tapi tawanya tetap terdengar hingga ke asrama putra. Sayup-sayup tapi pasti gelegar tawa Fahmi semakin membuat Fuad mengeraskan volume suara tangisnya, “Huaa … hu, hu, hu, .. tega yah, aku sudah stress begini masih diketawain juga, … ya sudah aku mati aja” .. Kamal bergegas ingin ‘menolong’, Mustain langsung menutup mulut jelek Kamal dengan kaus kaki edisi bulan lalu, Saychu mencegah tindakan bodoh Fuad, sedangkan teman-teman lainnya bertindak sesuai kemampuan, umur, dan tinggi badan masing-masing.

Gile bener, anak pondok aja ada yang bisa berfikir untuk akhiri hidup dengan cara bunuh diri, ini harus dicari akar masalahnya, jangan dibiarkan. Adi berinisiatif melaporkan kejadian di ahad pagi kelabu pada Pak Cecep, kepala sekolah Madrasah Internasional. “Pak, Pak Cecep … Fuad mau bunuh diri … tolongin Pak, dia berontak-berontak, padahal sudah kita bius pake kaos kaki edisi bulan lalu bahkan edisi semester lalu koq, semua santri putra yang belum mandi kami kumpulkan untuk sodorkan ketiak mereka ke Fuad biar pingsan, eh Fuadnya semakin beringas, saya nih sampe benjol kena tendangan Fuad yang gak mutu …”. Adi bercerita singkat sambil tunjukkan kepalanya yang benjol kecil bekas gigitan nyamuk …

Laporan diterima, 06.30
Pak Cecep terperanjat, “Haaaa, mau bunuh diri ..? Pak Cecep segera hubungi Pak Rozi dan Pak Nuruddin sebagai back up power untuk tenangkan makhluk yang sedang kesambet.

Pak Nuruddin datang bergegas dengan mengenakan jubah dan surban, hi..hi.. seperti acara di TV yang tangkepin hantu itu lho (oh iya, saya tahu, Pemburu Orang Jelek .. gitu kan acaranya ..? … red). Sedangkan Pak Rozi tampil perlente lengkap dengan tangan kanan dan kiri memegang handphone sitaan santri putri.

“Siapa yang mau bunuh diri, sudah bunuh diri atau baru mau bunuh diri sih …? Kalau baru mau bunuh diri, wah bukan bidang keahlian saya tuh, panggil Mas Andi aja bagian security … ”, celoteh Pak Nuruddin sembari pasang tampang kecewa, “beneran mau bunuh diri, siapa sih …?”, timpal Pak Rozi sambil menekuk dahi. Pak Cecep angkat bicara, “tenang Bapak-bapak sekalian, saya sudah panggil pemadam kebakaran untuk selesaikan masalah ini ..”. Hi..hi… Pak Cecep ikutan kalut, sampai-sampai dia telphone pemadam kebakaran, Adi sebagai saksi mata di kantor MBI (Madrasah Bertaraf Internasional) hanya bengong melihat aksi 3 super hero dadakan sambil geleng-geleng kepala.

Bersama kita bisa, 06.40
Pak Cecep, Pak Nuruddin, dan Pak Rozi telah tiba di lokasi, santri putra yang sedang pegangi Fuad dengan kencang mulai kendurkan cengkramannya. Pak Cecep mulai bicara, “anak-anak sekalian tenang … jangan berisik”. Pak Cecep menghampiri Fuad, “Hei gundul, saya itu sudah mau pulang koq pake acara mau bunuh diri, nanti … kalo mau bunuh diri itu abis dzuhur aja … dijamin 100% saya sudah pulang”, santri putra yang dari tadi tegang langsung tertawa ramai, sedangkan Fuad sebagai aktor utama, dia hanya bisa menangis kecil dan tidak sekencang tadi “hiks ..hiks …”. Pak Nuruddin yang sudah lengkap dengan jubah dan surban langsung menyambar tasbih yang tergantung di dinding kamar, mulutnya mulai komat-kamit, umak … umik … umak … umik … serius sekali, padahal paling-piling do’anya juga standar, “oh Tuhan, aku tidak pernah bosan berdo’a padaMu, gelar jomblo yang selalu menempel dipundakku … hapuskan ya Tuhan, ganti dengan status yang lebih mulia dan bermartabat, tapi sungguh Tuhan, maksud saya bukan menjadi Pak Kyai cabang Kembangbelor, tapi jadi seorang suami, suami yang baik dan benar, seperti ejaan yang disempurnakan (EYD) … ”.

Wajah serius nan imut Pak Nuruddin taleh pengaruhi jiwa Fuad, dia mulai bisa diajak komunikasi. Pak Rozi memulai pembicaraan, “Fuad, kamu ada masalah … kalau kamu malu cerita di sini, mari ikut Bapak ke kantor, kita bicara di sana”.

Fuad melangkah gontai sambil dibimbing Pak Rozi, sedangkan Pak Cecep berlari kecil untuk menyiapkan ruang interogasi. Pak Nuruddin masih sibuk dengan mata terpejam di asrama putra, umik … umik … umik … santri putra saling pandang dan meninggalkan Pak Nuruddin sendirian di kamar asrama.

Nasihat menusuk kalbu, 06.50
Sebagai penanggung jawab madrasaah, Pak Cecep merasa bertanggung jawab untuk menjaga ‘kelangsungan hidup’ santri selama tinggal di pondok. Pak Cecep memulai pembicaraan, “Fuad, orang tuamu menitipkan kamu di sini agar kamu menjadi anak yang Taat beragama, dan dipersiapkan untuk menjadi orang yang berguna, kenapa bisa begini? Punya rencana bunuh diri segala, istighfar yang banyak … tidak ada tempat di syurga bagi mereka yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri”. Pak Rozi coba memberi pengertian, “kenapa sampai berfikiran untuk bunuh diri, coba cerita disini, mungkin kami punya solusinya … ayo nggak usah malu-malu”. Semula Fuad hanya bisa berdiam diri, tetapi kemudian mulai bercerita tentang pencetus kejadian yang baru saja dia alami, “saya lagi sedih, sedih sekali … sampai-sampai saya ini merasa sudah gak ada gunanya lagi, mungkin mati lebih baik …”. Fuad menghela nafas, lalu diam … diam yang panjang, Pak Cecep berinisiatif memotong curahan hati Fuad, “Fuad, jika kamu merasa tidak pantas untuk menceritakan detailnya maka jangan diceritakan, tapi coba berfikir dengan jernih … kamu itu siapa, kita ini umat Islam, dan ALLAH adalah saksi langsung atas apa saja yang terjadi pada diri kita …”, Pak Rozi menimpali, “Iya Fuad, istighfar yang banyak, dan jika kamu ingin menangis maka menangis saja, tapi dalam munajat padaNya, bermuhasabah sembari mengingati semua nikmat yang telah dilimpahkan olehNya serta janji kemuliaan di kehidupan yang akan datang, dalam syurgaNya yang mulia …”.

Ambil keputusan, 07.00
Nasihat-nasihat dari pentolan Madrasah telah menyentak akal sehatnya, lalu Fuad berinisiatif untuk ke kamar mandi, “Pak Cecep, Pak Rozi … saya izin dulu mau ke kamar mandi …”, Pak Cecep dan Pak Rozi saling pandang, “eh, mau ngapain …”, Pak Cecep sedikit menahan Fuad, lalu Fuad menyahut, “anu Pak, saya ingin berwudhu dan sholat sunnah 2 rakaat, mudah-mudahan saya menjadi tenang …”.

Pak Cecep menghela nafas, fuiiih … kirain mau pindah lokasi bunuh diri, kemudian Pak Rozi berkata, “nanti coba do’a yang panjang, ceritakan ke ALLAH saja, tidak harus cerita ke kami tapi kalau cerita ke Dia, sungguh ALLAH memiliki khazanah kasih sayang yang tidak terbatas …”.

Fuad mulai membasahi tangannya dengan curahan air wudhu, berfikir dengan jernih, beristighfar dalam hati … setelah selesai, Fuad berjalan menuju musholah dengan langkah lunglai. Pak Rozi yang ingin mengikuti dari belakang dicegah Pak Cecep, “jangan diikuti, nanti saja kalau sudah agak tenang …”, dijawab dengan anggukan oleh Pak Rozi.

Ku tlah kembali, 07.10
Di dalam musholah, Fuad memulai munajatnya dengan sholat 2 rakaat, kemudian dia mengangkat tangannya, Fuad berdo’a, “Wahai ALLAH yang Maha Tahu, saya cerita padaMu ataupun saya berdiam diri, sungguh Engkau Maha tahu atas setiap bersit susah di hatiku, bahkan padaMu sekalipun aku malu untuk bercerita. Wahai Tuhan yang Maha Baik, beri aku kemampuan lebih untuk bersabar dengan keadaanku saat ini, wajah standar, otak cukupan, badan juga rada kurusan, dan seabrek kelemahan pada diriku … semua aku terima dengan ikhlas, termasuk penolakan cinta darinya (lho, katanya gak mau cerita … keceplosan ya Fuad?), Eh Tuhan, yang terakhir tadi gak jadi deh, Wahai Dzat yang Maha Kuat, untuk hari ini dan hari-hari yang akan menghampiri diriku, selalu kuatkan aku, kalau tidak Engkau kuatkan, maka sungguh aku ini hambaMu yang rapuh dan butuh kasih sayang kebih dariMu, hanya dariMu saja”.

Aman terkendali, > 07.15
Walau sampai sekarang tidak ada yang tau persis tentang detail masalah Fuad, tapi sejak kejadian itu … Fuad tampil dengan lebih bersemangat, berwibawah, dan percaya diri … tetapi tetap saja dengan kondisi standar yang dia miliki. Fuad, ikhlas Fuad … ikhlas …

No comments:

Post a Comment

Ingin berkomentar? cerita yang baik-baik saja, karena DIA suka dengan hal yang baik-baik. Siapa yang membuka aib, maka di akherat ALLAH akan membuka aibnya ...