“ … di pondok putri, banyak maksiat … di pondok putri, banyak maksiat …”, Kamal coba hilangkan penat di kepalanya, syair di atas merupakan baris syair yang paling disukainya, selain paling sering dilantuntan, mungkin juga karena database ide di kepalanya tidak mampu mengeluarkan syair lain untuk dilantunkan, the other side … Kamal hanya hafal syair itu.
Untuk memecah keheningan kelas, Pak Doel coba bicara, “Subhanallah, Alhamdulillah … Allah swt telah ciptakan diri kita dengan begitu sempurna, mata melihat, telinga mendengar, dan bilamana telinga kita mendengarkan suara indah lagi merdu, maka kita dapat ucapkan Alhamdulillah … tetapi jika kebetulan kita diberi cobaan olehNya dengan mendengarkan suara cempreng seperti kaleng rombeng yang jatuh dari lantai dua, maka kita juga ucapkan Alhamdulillah … bersyukur padaNya karena telinga kita masih berfungsi …”.
Sebagian santri putra tertawa, ada juga yang melemparkan potongan kertas ke arah pemilik suara ‘merdu’ pelantun theme song kelas hari ini, yaitu Kamal dengan judul lagu “pondok putri” … kemudian Pak Doel memberi sedikit nasihat kepada Kamal, “Kamal, jangan pernah menyalahkan wanita, apalagi pondok putri jika memang kondisi kamu sekarang belum mampu untuk menikah … kamu sekarang itu masih sekolah, jadi selesaikan dulu tanggung jawabmu sebagai pelajar …”
Hari ini kelas begitu hening, semua santri putra sedang mengerjakan Latihan BAB Logaritma, kasak-kusuk antar siswa tampak begitu serius, walaupun ada juga yang kerjanya hanya bengong menerawang hingga sampai ke bulan. Pak Doel coba memecah keheningan dengan dengan sedikit melontarkan joke garingnya, “No body perfect, tidak ada manusia yang sempurna, Allah swt telah menciptakan manusia dengan beragam kelebihan dan kekurangan, semua bertujuan untuk melihat bagaimana manusia bersikap, apakah semakin Taat kepadaNya atau bahkan menjadi ingkar. Misalnya Kamal, kamu harus mensyukuri nikmat yang Dia berikan padamu yaitu dengan kelebihan pigment kulit dengan warna tertentu …”. Kelas kembali ramai, sebagian memang tidak begitu faham dengan maksud pigment … tetapi gelak tawa di barisan depan juga menjadi alasan terbangunnya Ahmad dari tidur siangnya. Tetapi Kamal, keep smile, tidak berkomentar sedikitpun dengan berbagai joke yang dilontarkan padanya. Memang untuk warna kulit, Kamal memiliki warna kulit yang bisa disejajarkan dengan mantan petinju kelas berat, Mike Tyson. Tetapi walaupun diberondong dengan beribu lelucon yang bersinggungan dengan hitam kelam kulitnya, Kamal tidak pernah marah, gusar atau membalas semua joke yang dilontarkan padanya, Kamal hanya tersenyum simpul.
Luar biasa, sungguh luar biasa … layak jadi pejabat, kan banyak pejabat kita yang gak bisa dikritik, walaupun korupsi, kinerja di bawah standar, sumbangsih buat negara seadanya, baut laporan keuangan yang duileh gede-gedean, makan ati, dan sebagainya, tetap saja gak bisa dikritik.
Tapi tahukan kalian tentang sosok Kamal? Walau berkulit kelam tapi punya hati selembut salju (ciyeee, iya beneran begitu? pasti saljunya hitam juga). Kemarin, dia diberi tanggung jawab jadi panitia kegiatan orientasi siswa baru, duit kegiatan dikit banget trus mau minta ke Pak Cecep, dia ngawalinya begini … “Pak Cecep panggilin saya?”, Pak Cecep bingung celingukan, siapa juga yang mau ketularan item …, sambil tersenyum dan berkata, “Kamal, siapa yang yang bilang kalau saya panggilin kamu?”, “itu, anak-anak yang ada di musholah”. Ealah, rupanya mau minta duit tambahan ke Pak Cecep caranya begitu, pura-pura dipanggil Pak Cecep trus ngobrol ke sana ke mari dan akhirnya masuk ke pembicaraan tentang maksud kedatangan. Tapi karena berhati selembut salju, Kamal gak berani terang-terangan minta duit tambahan … semua pakai kalimat kiasan, luar biasa … calon pejabat tulen, “Pak, kegiatan orientasi siswa baru sudah deket banget ya Pak”, Kamal membuka pembicaraan, Pak Cecep menimpali, “he eh, tinggal dua minggu lagi, persiapan dari temen-temen panitia bagaimana?”, “em, baik Pak … semua berjalan lancar, hanya tinggal nungguin hari H-nya saja …”. Kamal …!!? , gitu doang, gak jadi minta duit ke Pak Cecep selaku Kepala Sekolah Madrasah kita? Ntar peserta makan apaan? makan rumput, trus kita bisa apa di puncak gunung seperti ini … mau ‘ngamen’ cari duit sambil sodorkan proposal, mana bisa … telpon aja byar pet, mau ‘turun gunung’ juga gak mungkin.
Di Kelas matematika, Pak Doel sedang disodori proposal kegiatan, Pak Doel mengamati proposal yang jelek, gak mutu dan dengan rincian kebutuhan biaya yang … aduh, maksa banget, nih pasti yang buat calon pejabat lainnya, “eh, dengerin ya … saya gak masalah kalau hanya sekedar tambah-tambahin duit untuk kegiatan kalian, tapi buat proposal yang serius dong, liatin … ada biaya tanda pengenal untuk peserta dan panitia, angkanya 300 ribu, itu duit semua … pake yang murah kenapa, pita hijau untuk peserta, pita kuning untuk panitia … kan bisa begitu, lebih murah pula”. Anak-anak menyahuti, “tapi Pak, orang-orang di gedung dewan aja punya tanda pengenal, keren abis tanda pengenalnya dan setiap rapat ini dan itu, tanda pengenalnya juga ganti …”, heeem, Pak Doel melotot sambil menegaskan kalimat-kalimatnya, “hey sayur nangka (sebenarnya mau panggil sayang, tapi karena sebel jadi sayur nangka), kamu itu siapa … kalau sejak sekarang kalian bisa berfikir sederhana dan tidak menghambur-hemburkan uang seperti mereka … Demi Dia yang telah ciptakan aku dengan begitu keren dan sempurna, bilamana kalian nanti jadi pejabat atau masuk ke dalam jajaran kabinet indonesia merdeka 100%, maka pasti kalian akan mengoptimalkan duit negara sebaik mungkin, semua untuk kepentingan rakyat, untuk tingkatkan kesejahteraan rakyat, dan pasti kalian tampak keren banget, sebab gak pake korupsi, gak pake persiapan upeti untuk kampanye tuannya, dan semua kebiasaan buruk para pejabat negara, gak ada lagi … bersih, itu baru pejabat idaman”.
Ibu Pertiwi sedang menangis, karena anak negeri banyak yang jadi pencuri, pengemispun mengenakan jas dan berdasi rapi. Ibu Pertiwi sedang menangis, anak negeri banyak yang dikebiri, mereka ada tapi sepertinya tidak berarti, dan kami hanya bisa menjadi saksi, walau sesekali berkata sedih, maafkan kami wahai Ibu Pertiwi, kami belum punya gigi, kami semua masih anak bayi, jadi mau apa lagi, paling juga sembunyi, dibawah ketiak ibu kami, karena kami juga takut kalau harus ikut-ikutan dikebiri, ada tapi tidak berarti, maafkan kami wahai Ibu Pertiwi (yang namanya mbak Pertiwi, plis deh jangan pake GR, ini isi hati yang paling dalam buat negeri ini, ikutan sedih kenapa …)
Walau berkulit sedikit gelap, tapi Kamal juga manusia (masih), sekolahnya di pondok pesantren pula, dengan madrasah bertaraf internasional di dalamnya. Intinya adalah, hitam juga manusia, walau memiliki sedikit perbedaan, tapi Kamal juga santri di pondok kita, di madrasah kita, madrasah bertaraf internasional.
Friday, April 4, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Ingin berkomentar? cerita yang baik-baik saja, karena DIA suka dengan hal yang baik-baik. Siapa yang membuka aib, maka di akherat ALLAH akan membuka aibnya ...