Kelas matematika di mulai dengan membagikan lembar jawaban, “santri bertanya-tanya … kertas apaan nih, baru sekali masuk sudah ada ulangan?”. Ternyata kertas yang dibagikan berisi sederet angka di dalam tabel baris dan kolom sebanyak 30 nomor. “Pak, buat apaan nih?”, Imey bertanya kebingungan”, “Itu kertas akan saya pakai mengukur kecepatan anda melihat angka dan memahaminya, biasanya hasil yang diperoleh selaras dengan kemampuan anda memahami matematika”. “tapi bukan ulangan dan gak gak ada nilai kan?”, Alien bertanya dengan wajah cemas. “ya tidak, saya hanya ingin tau kemampuan kelas ini, apakah kemampuan kelas ini rata atau bisa jadi ditemukan perbedaan kemampuan yang mencolok”.
Pak Doel duduk di kursi guru dan menjelaskan teknis pengisian, “setiap lembar berisi 30 baris dan 20 kolom, satu baris di atas ada sederet angka-angka sederhana dan bagian itu jangan di isi atau dicoret-coret, tetapi bagian kosong di bawahnya untuk diisi jawaban, waktu setiap baris adalah 10 detik, dan bila saya bilang PINDAH, maka anda harus segera pindah ke nomer di bawahnya … faham”, karena no comment, Pak Doel menganggap mereka semua faham. “Ok, kita mulai …. Siap, mulai”, sepuluh detik berlalu, “pindah …”, semua sibuk beralih mengisi baris ke dua, lalu 10 detik kemudian, “pindah”, serentak mereka pindah ke baris nomer 3, dan seterusnya.
Wuiih cape deh, akhirnya selesai juga 30 nomer … wajah mereka terlihat kelelahan, ada yang masih memandang langit-langit kelas karena bingung, ada yang bengong melihat hasil pekerjaannya di’renggut’ dari atas meja oleh Pak Doel, dan akhirnya Pak Doel mulai sibuk dengan memperhatikan hasil test kemampuan angka.
Heemmm, Pak Doel menghela nafas … “Nur Affidatun yang mana?”, dari arah belakang Fida mengacungkan jari dengan senyum terlebarnya, “saya Pak … ada apa Pak?”, “nggak, gak ada apa-apa”. Fida memiliki kemampuan 2 tingkat di atas teman-teman sekelas, ah … mudah-mudahan tidak menjadi pemicu lemahnya kelas karena dia terlalu dominan.
Setelah ditemukan perbedaan kemampuan yang sangat mencolok, dan tentu saja jika kelas ini tetap dilanjutkan maka akibatnya bisa sangat vatal, golongan ‘chetta’ akan mengerti setiap penjelasan dengan sangat cepat, sedangkan golongan ‘siput’ akan merayap kebingungan, dan untuk golongan ‘tengah’, mereka tidak terlalu cepat dan juga tidak siput-siput banget, mereka juga akan kelabakan untuk mengikuti kecepatan lari golongan ‘chetta’.
Saat kelas dimulai, para chetta selalu menjawab pertanyaan sebelum diperintah untuk menjawab, akhirnya siput-siput masuk ke ‘kandang’ mereka masing-maasing, ada yang tidur, ada yang memilih keluar kelas, dan ada juga yang tetap bertahan tetapi nggak berani bertanya karena nggak faham. Chetta terlalu dominan, sehingga ‘mengacau’ stabilitas nasional di kelas, harus dicarikan solusinya.
Kondisi ini sungguh meresahkan, kefahaman anak-anak sangat tidak merata, “duh, bagaimana nih … pusing, pusing, pusing, …”, kepala Pak Doel cekot-cekot memikirkan strategi terbaik untuk mengajar siswa … 5 menit lagi bel sekolah segera dibunyikan, sebelum keduluan Mila si ‘petugas’ pencet bel sekolah, Pak Doel memberikan pengumuman, “perhatian, saya akan membagi kelas ke dalam 2 bagian, nama yang saya sebut berikut harap ke luar kelas, dan yang tidak disebut tolong bergeser ke depan”. Labibah, Fida, Syifa, Sari, Icha, Dyah, Rara, Maryani, Anisah, Sulis, harap keluar … mereka keluar dengan kebingungan, sedangkan yang di dalam …, “semua yang ada di dalam, harap merapat ke depan”, duh pusing pangkat 17, kalah deh puyer bintang 7, karena masih kurang 10 bintang untuk hilangkan pusing Pak Doel (17 – 7 = 10), diminta pindah ke depan ternyata benar-benar sampai ke depan … mereka duduk berhimpit-himpitan di depan papan tulis. “Hoeeey, maksudnya itu ke kursi depan, bukan ndelosor di depan papan tulis, saya mau explain bagaimana, gak bisa lewat tau …”, akhirnya merekapun menata diri di kursi-kursi depan, tetapi tetap saja ada yang memilih untuk duduk di lantai lebih depan dari kursi terdepan. Memang sih, di kelas semua sepatu harus dilepas di depan, sehingga lantai ‘tampak’ selalu bersih, dan karena itulah ada yang sengaja membawa bantal dan guling dari kamar masing-masing untuk membuat kaveling tidur siang di pojok belakang kelas, “oh Tuhan, kuatkan hati ini bilamana mataku terlihat dengan tingkah mereka yang sangat tidak nyantri”.
“Semua yang ada di sini harap memilih ketua kelompok, karena kelas ini akan selalu seperti ini jika saya bilang kelas khusus … ok sekarang siapa yang akan jadi koordinator kelas khusus ini”, semua saling pandang, tidak ada yang bersedia, “duh kelamaan, Dina … kamu saja yang jadi koordinator kelas khusus”, “lho koq saya sih Pak?”, Dina kebingungan dengan pengangkatannya sebagai kepala suku kelas khusus, “dari pada kelamaan, tenang saja … tugasnya hanya mencatat kehadiran anak buahmu selama hadir di kelas khusus… kapan kelas khusus akan dimulai, jawabannya adalah sekarang, besok, dan bila saya minta diadakan kelas khusus walaupun bukan jam sekolah maka anda sekalian harus siap”, Dina menyahut, “oooo, kalu gitu doang sih nggak apa-apa”.
Dina mendapat ‘jabatan’ baru, selain sebagai gadis berkacamata yang tampak cerdas dan ternyata STD (standar getho lo ..), sekarang Dina menjadi Ibu Kepala Suku. “ughh aku koq dipanggil kepala suku sih, sebel deh, apa lagi untuk golongan IQ merayap … sebel, sebel, sebel, tapi gak apa deh, IQ merayap kan gue banget”.
Disebut kelas khusus karena mereka yang ada di dalamnya adalah orang-orang khusus, tapi mereka yang berada di dalamnya ternyata menyebut kelas khusus sebagai kelas IQ merayap, … bukan saya lho yang bilang, kalau saya nyebutnya dengan istilah Otak Dengkul. “eh, ntar kalo keluar naik sepeda motor tolong helmnya dipasang di dengkul, itu aset kalian semua”, “lho koq di dengkul sih Pak”, anak-anak kebingungan, ah dasar kelas khusus, diberi joke yang rada tinggi malah balik tanya dan kebingungan, “iya, karena otaknya kan ada di dengkul”, He.. he… he… sebagian mereka tertawa karena merasa “bener banget …”, tapi yang agak sadar memasang muka cemberut dengan hati dongkol, “awas, aku harus segera lolos dari kelas khusus ini … tunggu saja tanggal mainnya”, begitu gerutu Dina dalam hatinya, tapi kapan Dina, kapan hal itu akan terjadi … ?
Pelajaran di kelas khusus memang dengan cara yang khusus pula, pelan-pelan dan jika satu soal selesai dibahas lalu diberikan kesempatan bertanya sepuasnya, ya seperti restoran yang bisa makan sepuasnya itu.
Progress tidak begitu menggembirakan, “duh, mau gimana lagi yah. Aha, pakai strategi saling tanggung jawab saja, ini strategi Nabi SAW kalau mengajarkan hadist pada para sahabat r.a.”. Pak Doel membuka kelas dengan cerita masa kecilnya yang penuh angka, “sejak kecil saya sudah mengajarkan matematika ke teman-teman sekelas, mulai SD saya didaulat oleh Bu Guru matematika mengajarkan rumus-rumus bentuk dasar seperti persegi panjang, lingkaran dan turunan rumusnya, ternyata apa yang Nabi SAW sampaikan benar, bilamana kita mengajarkan satu ilmu maka ALLAH akan limpahkan kepada kita ilmu yang belum pernah kita fahami sebelumnya”. “apa hubungannya dengan kami?”, Imey bertanya … kemudian, “mulai sekarang, setiap anda bertanggung jawab untuk saling mengajarkan … misalnya Hablana faham nomer berapa, ajarkan ke teman di sebelahnya, Lia mengerti nomer berapa maka ajarkan pada teman di sebelahnya, dan seterusnya, tapi ingat … belajar dengan metode ini harus saling pengertian, walaupun teman di sebelahnya sudah faham dan mengerti tentang soal yang diajarkan, maka pura-puralah tidak mengerti.
Di India, metode ini dipakai untuk mengajarkan bacaan Qur’an lagi tartil pada setiap santri, santri senior akan mengajarkan makhroj, panjang pendek bacaan, sedangkan santri junior memperhatikan dan coba mengulangi hal yang sama, dan hebatnya … dengan metode ini, seorang anak SD kelas 2 bisa menghafal 10 juz Qur’an hanya karena saling mengajarkan, tentu saja masih dalam bimbingan ustadz-ustadz mereka.
Untuk memberikan pengertian pada anak-anak agar tidak bandel, Pak Doel bercerita tentang kerajaan iblis, “Raja Iblis memiliki singgahsana megah dengan pelataran yang terhampar begitu luas, seluas mata memandang. Setiap pagi dia akan berkata, “pergilah wahai para pasukanku, jerumuskan manusia”, lalu pada sore hari mereka melaporkan hasil pekerjaan mereka, Raja iblis berkata, “apa yang engkau perbuat hari ini”, maka si iblis berkata, “aku menghampiri sepasang anak muda mudi, lalu aku hasut mereka, aku hembuskan racun-racun maksiat sehingga mereka akhirnya berzina”, Raja Iblis berkata, “kerja yang bagus”, lalu kamu, apa yang kamu perbuat, “aku telah membuat pasangan suami istri bercerai”, Raja Iblis bangga dengan jawaban anak buahnya, “dan kamu … apa yang telah kamu perbuat”, iblis yang lain menjawab dengan tidak bersemangat, “saya hanya menggoda anak kecil, tadi dia berangkat sekolah lalu saya belokkan niatnya, saya hasut untuk bermain, mengulur-ulur waktu hingga akhirnya dia tidak sekolah”, mendengar jawaban tersebut, Raja Iblis gembira bersorak dan menggendong si Iblis di pundaknya, “wahai kalian para pasukanku, ini adalah tentaraku yang terbaik, jika anak manusia meninggalkan belajar maka mereka akan berakhlak buruk, mereka akan jadi pezina, mereka akan dengan mudah menceraikan istri mereka, dan semua perkara buruk lainnya dimulai dari kebodohan”.
Kelas khusus berlangsung hingga akhir semester, dan semua berjalan dengan sesuai rencana, mereka saling mengajarkan, bahkan golongan chetta sekalipun tidak ingin ketinggalan untuk ikut aktif berperan serta menolong para siput untuk dapat berlari lebih kencang. Ketahuilah wahai murid-muridku yang badung, setiap kata untuk kebaikan akan diberi ganjaran satu tahun ibadah olehNya, maka teruslah untuk saling mengajarkan diantara kalian. Dina, kamu juga Dina …!
Friday, April 4, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Ingin berkomentar? cerita yang baik-baik saja, karena DIA suka dengan hal yang baik-baik. Siapa yang membuka aib, maka di akherat ALLAH akan membuka aibnya ...